ã 2003 Lisna  Yoeliani Poeloengan                                          Posted   28 March, 2003

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

March 2003

 

Dosen :

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

 

 

 

PENGARUH EFEK EKONOMIS TERHADAP TRANSMIGRASI

SWAKARSA  MANDIRI

 

 

 

 

Oleh:

 

Lisna  Yoeliani Poeloengan

Nrp : P. 062 024 204 / PSL-Khusus

 

E-mail: lisna_yoel@yahoo.com

 

 

I.  PENDAHULUAN

 

 

 

Pada dasarnya manusia sejak lama telah memiliki sifat untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dalam hubungan dengan berbagai alasan. Perpindahan tersebut ada yang bersifat menetap ada pula yang bersifat sementara dan perpindahan dalam bentuk pergerakan rutin. Pola pergerakan dan perpindahan tersebut kemudian disebut dengan istilah migrasi permanen, migrasi semi permanen dan migrasi ulang alik.

 

Di Indonesia dengan alasan pemerataan penyebaran penduduk dan peningkatan pembangunan daerah serta peningkatan kualitas hidup penduduk maka migrasi ini disusun dalam suatu kegiatan yang terprogram dan terencana yang dinamakan transmigrasi. Ramadhan KH. Hamid Jabbar dan Rofiq Ahmad (1993) menguraikan tentang transmigrasi sejak dari zaman kolonisasi sampai dengan transmigrasi yang berorientasi ekonomi.

 

Hatta menyebutkan bahwa transmigrasi merupakan suatu program yang sungguh tidak ada bandingannya dan terbesar dari jenisnya dewasa ini di dunia. Kemudian bulan Januari 1993 Soeharto menekankan agar dalam kegiatan transmigrasi ditekankan pada peningkatan mutu pelaksanaan transmigrasi. Disamping itu juga didorong transmigran swakarsa yang dikaitkan dengan kegiatan yang bersifat bisnis dibidang perkebunan, perikanan, kehutanan dan jasa.

 

Bertolak dari pemikiran di atas maka makalah ini akan menguraikan determinan dari migrasi yang dalam hal ini adalah transmigrasi swakarsa mandiri dan kemudian dampak ekonominya baik bagi transmigran itu sendiri maupun bagi daerah asal maupun daerah penempatan.

 

Dalam uraian ini penggunaan istilah migran sering digunakan bagi transmigran swakarsa mandiri demikian pula kata migrasi sering digunakan bagi transmigrasi.

 

 

 

II.  MIGRASI : Tinjauan teoritis

 

 

Teori migrasi sebenarnya telah berkembang dan berbagai ahli telah banyak membahas tentang teori migrasi tersebut dan sekaligus melakukan penelitian tentang migrasi. Ravenstein (1885) memulai uraian tentang migrasi. Penedekatan Ravenstein ini dirasakan terlalu general sehingga sulit untuk memilih faktor-faktor determinan keputusan untuk melakukan migrasi.

 

Lee (1966) mendekati migrasi dengan formula yang lebih terarah. Lee menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk bermigrasi dapat dibedakan atas kelompok sebagai berikut :

 

a.                           Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat asal migran (origin).

b.                           Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat tujuan migran (destination)

c.                            Faktor-faktor penghalang atau pengganggu (intervening factors)

d.                           Faktor-faktor yang berhubungan dengan individu migran.

 

Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

 

 

/------------------------\                                                /------------------------\

:       -  +  -  +         :              intervening                :       -  +  -  +         :

:       Origin            :    - //////////////////////////////////////-- :      Destination     :

:       +  -  +  -         :               factors                      :       +  -  +  -         :

\-------------------------/                                               \-------------------------/

 

 

Faktor-faktor yang ada di tempat asal migran maupun di tempat tujuan migran dapat terbentuk faktor positif maupun faktor negatif. Faktor-faktor di tempat asal migran misalnya dapat berbentuk faktor yang mendorong untuk keluar atau menahan untuk tetap dan tidak berpindah. Di daerah tempat tujuan migran fakor tersebut dapat berbentuk penarik sehingga orang mau datang kesana atau menolak yang menyebabkan orang tidak tertarik untuk datang. Tanah yang tidak subur, penghasilan yang rendah di daerah tempat asal migran merupakan pendorong untuk pindah. Namun rasa kekeluargaan yang erat, lingkungan sosial yang kompak merupakan faktor yang menahan agar tidak pindah. Upah yang tinggi, kesempatan kerja yang menarik di daerah tempat tujuan migran merupakan faktor penarik untuk datang kesana namun ketidakpastian, resiko yang mungkin dihadapi, pemilikan lahan yang tidak pasti dan sebagainya merupakan faktor penghambat untuk pindah ke tempat tujuan migran tersebut.

 

Jarak yang jauh, informasi yang tidak jelas, transportasi yang tidak lancar, birokrasi yang tidak baik merupakan contoh intervening faktor yang menghambat. Di pihak lain adanya informasi tentang kemudahan, seperti kemudahan angkutan dan sebagainya merupakan intervening faktor yang mendorong migrasi.

 

Pendekatan Lee tersebut sudah lebih terarah dibanding pendekatan dari Revenstein. Namun berbagai ahli terus mencoba menjabarkan lebih jauh untuk menemukan variable kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi keputusan bermigrasi dari penduduk.

 

Lewis (1954) dan Fei dan Ranis (1971) menganalisa migrasi dalam kontek pembangunan, mereka membagi sektor perekonomian atas sektor tradisional dan sektor modern, sektor pertanian dan sektor industri. Sedangkan migrasi terjadi dari sektor tradisional ke sektor modern, dari sektor pertanian ke sektor industri. Tetapi beberapa kelemahan menyebabkan pendekatan Lewis, Fei dan Ranis ini tidak selalu dapat diterapkan.

 

Sjaastad (1962) dan Bodenhofer (1967) mendekati migrasi lewat teori human investment. Mereka menyatakan bahwa migrasi adalah suatu investasi sumberdaya manusia yang menyangkut keuntungan dan biaya-biaya .

 

Biaya-biaya bermigrasi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

 

a.                           Risiko

b.                           Pendapatan yang hilang (earning forgone)

c.                            Ketidak nyamanan karena meninggalkan kampung halaman (disutility of moving)

d.                           Ketidak nyamanan dalam perjalanan

e.                           Ketidak nyamanan di lingkungan baru

f.                              Psychic costs (biaya psikhis) karena berbagai ketidak nyamanan tersebut.

 

Sedangkan benefit yang diperoleh adalah pendapatan yang lebih baik yang diperoleh di daerah baru nantinya. Todaro (1976) menyatakan bahwa pendapatan tersebut dalam bentuk expected income (pendapatan yang diharapkan).

 

Pernia (1978) memformulasikan pendapatan di atas kedalam rumus matematik sederhana sebagai berikut :

 

Migrasi akan dilakukan jika E (B) > C atau E (B)/C > 1

Sebagai migrasi tidak akan dilakukan.

 

Sahota (1968) dalam penelitiannya menemukan faktor penghambat dalam keputusan bermigrasi adalah pendapatan yang hilang di daerah asal dan biaya akomodasi (penginapan) di daerah baru. Makanya orang lebih mudah pergi ke suatu tempat jika disana ada kerabat atau keluarga yang dapat menerima mereka untuk sementara sampai memperoleh pekerjaan, karena keluarga paling tidak dapat menyediakan tempat menginap dan lebih-lebih lagi jika dapat memperoleh makan.

 

Demikian pula Soon (1977) memperlihatkan bahwa income/wage rate merupakan faktor utama dalam menarik migran untuk datang (penyebab orang tertarik ke Malaysia untuk memperoleh ringit dan ke Saudi Arabia memperoleh real).

 

Oleh karena itu, faktor determinan migrasi atau transmigrasi swakarsa mandiri dapat mengetahui faktor-faktor yang perlu di “kaji” jika ingin mendorong transmigrasi swakarsa.

 

Faktor-faktor tersebut dapat berupa :

 

a.                           Informasi tentang daerah baru, terutama tentang peluang untuk memperoleh pekerjaan, tentang transportasi, risiko,  fasilitas-fasilitas dan sebagainya yang sifatnya akan menurunkan costs of migration dan memberikan bahan bagi migran untuk menghitung expected income sehingga expected benefit dapat dihitung dan dapat ditingkatkan.

 

b.                           Menyediakan kemudahan seperti penampungan di tempat baru, kemudahan transformasi, kepastian pemilikan prasarana dan sarana produksi, kualitas prasarana dan sarana produksi dan lain sebagainya yang juga akan menurunkan costs of migration dan meningkatkan benefit of migration.

 

 

Dengan memahami determinan tersebut dan mengkaji secara tepat maka kebijakan untuk mendorong dan mendorong transmigrasi swakarsa mandiri akan semakin berhasil terutama dalam pendekatan baru dari program transmigrasi yaitu pendekatan ekonomis.

 

 

 

III.  EFEK EKONOMIS DARI TRANSMIGRASI SWAKARSA MANDIRI

 

 

Untuk menganalisa pengaruh atau efek ekonomis transmigrasi swakarsa mandiri, maka pendekatan harus dilakukan dari dua sisi yaitu dari sisi mikro—sisi si transmigran sendiri—dan dari sisi makro –baik terhadap daerah tempat asal migran maupun daerah tempat tujuan migran (terutama terhadap daerah tempat tujuan migran).

 

Dari uraian pada bab II dengan jelas beberapa ahli migrasi menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keputusan untuk bermigrasi adalah pendapatan yang diharapkan diperoleh di daerah baru. Tentunya tingkat pendapatan di daerah tempat tujuan migran tadi diharapkan lebih tinggi dibandingkan daerah asal. Secara spesifik Pernia dalam penelitiannya menemukan perbedaan sebesar 16,35% yaitu tingkat pendapatan migran lebih tinggi 16,35% dari tingkat pendapatan non migran.

 

Gambaran di atas adalah gambaran mikro dengan melakukan migrasi para migran mendapatkan pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik dibanding yang tidak bermigrasi.

 

Secara makro analisa dapat dilakukan terhadap pembangunan ekonomi mikro suatu wilayah ketika para transmigran swakarsa mandiri tiba.

 

Dari sisi tenaga kerja adanya transmigrasi swakarsa mandiri dapat merupakan faktor yang membawa keseimbangan dalam alokasi tenaga kerja. Analisa ekonomi mengatakan bahwa alokasi tenaga kerja dari tempat yang kurang produktif ke tempat yang lebih produktif akan memberikan output yang lebih tinggi. Jadi pada dasarnya adanya transmigrasi swakarsa akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi makro suatu wilayah.

 

Analisis makro dari transmigrasi swakarsa mandiri antara lain dapat dijelaskan dengan model makro ekonomi. Misalnya sebagai berikut :

 

 

 

 

 

Encarnacion model menunjukkan bagaimana peran tenaga kerja yang tergambar dari tenaga kerja terhadap ekonomi makro secara keseluruhan. Dari sisi lain masuknya transmigran swakarsa mandiri yang kemudian tentunya akan memperoleh pendapatan yang lebih baik akan memberikan pengaruh pada konsumsi yang pada gilirannya akan memberikan pengaruh pada variable makro ekonomi lainnya seperti yang dijelaskan dalam Encarnasion Model pada Gambar 2.

 

 

 

Analisa lebih lengkap sebenarnya muncul dalam Bachue Model yang memasukkan dimensi sumberdaya manusia secara lengkap kedalam modelnya. Dimensi sumberdaya manusia tersebut antara lain meliputi intersectoral migration dan internal migration. Inti pokok dari Bachue model disiapkan pada Gambar 3.

 

 

 

Gambar 3.  :  Bachue Model

 

 

 

Pengaruh atau dampak dari transmigrasi swakarsa mandiri tentunya besar karena transmigran swakarsa mandiri memiliki ciri-ciri yang umunya lebih baik dalam pengertian lebih produktif dari transmigran umum.  Mereka umumnya berpendidikan lebih baik, memiliki ketrampilan yang lebih baik demikian pula motivasi untuk maju lebih besar. Ini digambarkan dengan  kesediaan mereka menanggung resiko, walaupun biaya (costs) sebagian besar ditanggung sendiri, meskipun keuntungan masih lebih bersifat harapan.

 

Kualitas transmigran swakarsa mandiri yang lebih baik akan memberikan dampak yang sangat positif terhadap pembangunan suatu wilayah. Dampak tersebut sebenarnya bukan saja dalam bentuk pribadi tetapi juga dalam bentuk sosial, misalnya mereka mampu memberikan teladan usaha dan  motivasi dalam meningkatkan taraf hidup keluarga yang pada gilirannya memberikan dampak terhadap ekonomi daerahnya.

 

Dampak transmigran swakarsa mandiri terhadap daerah tempat asal migran umumnya terjadi lewat peningkatan pendapatan mereka. Pendapatan yang lebih baik menyebabkan mereka dapat mengirimkan sebagian pendapatan mereka pada keluarga di daerah asal. Hal ini bukan saja meningkatkan pendapatan keluarga tetapi juga lewat efek multiplier akan memberikan pengaruh secara makro pada wilayah asal.

 

Dari sisi lain transmigran swakarsa yang sudah dimukimkan pada gilirannya akan merupakan sumber informasi bagi keluarga mereka dan kerabat di tempat asal sehingga dapat memberikan pengaruh pada keputusan bermigrasi bagi orang-orang di daerah asal. Dengan demikian dampak positifnya akan terus berantai.

 

 

 

IV.  KESIMPULAN

 

 

1.                           Determinan transmigran swakarsa mandiri identik dengan migran.

 

2.                           Adanya dampak ekonominya baik secara mikro bagi migran itu sendiri maupun secara makro bagi wilayah tempat tujuan migran maupun wilayah tempat asal migran.

 

3.                           Usaha mendorong peningkatan transmigrasi swakarsa mandiri akan semakin berhasil dengan memberikan perlakuan pada determinan tersebut, dan dampak ekonomi dari transmigrasi swakarsa mandiri dengan jelas menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan transmigrasi swakarsa merupakan pilihan yang sangat tepat terutama dalam memenuhi program transmigrasi yang telah berorientasi ekonomi.

 

 

Daftar  Pustaka

 

 

 

 

Bodenhofer, H. J., 1967,         The Mobility of Labour and the Theory of Human Capital, JHR II : 431 – 448.

 

Fei, J. C. H. and G. Ranis, 1961,   A Theory of Economic Development, AER.

 

Lewis, W. A., 1954,  Economic Development With Unlimited Supply of Labour, AER

 

Pernia, E. M., 1977,   The Impact of Migration on Rural Areas in the Philippines. The PEJ. No. 33. Vol. XVI. Nos. 1 and 2. Page 160 – 170.

 

Pernia, E. M., 1978.   Individual and Household Migration Decision. The PEJ. No. 36. Vol. XVII. Nos. 1 and 2. Page 259 – 184.

 

Ramadhan KH,  Hamid Jabbar dan Rofiq Ahmad, 1993. Transmigrasi Harapan dan Tantangan. Departemen Transmigrasi RI. 393 halaman.

 

Soon, L. Y., 1977.   An Analysis of Internal Migration in Peninsular Malaysia : Dimensions, Causes and Some Policy Implication. The PEJ. No. 33. Vol. XVI. Nos. 1 and 2 Page 9 – 32.

 

Sjaastad, L. A., 1962.   The Costs and Returns of Human Migration. JPE. LXX:  80 – 93

 

Harris, J. R. and M. P. Todaro, 1970,   Migration, Unemployment and Development : A Two Sector Analysis, AER.

 

Valasco, V. T., 1980,    Macroeconometric Models. Survey of Philippine Development Research I. PIDS. Page 258 – 295.