ã 2003 Trihono Kadri Posted
19 April,
2003
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
April 2003
Dosen :
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
Partisipasi
Masyarakat dalam Mewujudkan Suplai
Air Bersih Di
Perkotaan
trihono@telkom.net
Keberadaan air bersih di daerah perkotaan menjadi
sangat penting mengingat aktivitas
kehidupan masyarakat kota yang sangat dinamis. Untuk memenuhi kebutuhan
air bersih tersebut penduduk daerah perkotaan tidak dapat menggandalkan air
dari sumber air langsung seperti air permukaan dan hujan karena kedua sumber
air yang mudah dijangkau tersebut sebagian besar telah tercemar baik langsung
maupun tidak langsung dari aktivitas manusia itu sendiri. Air tanah merupakan
salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi mempunyai
keterbatasan baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu pengambilan air
tanah secara berlebih tanpa mempertimbangkan kesetimbangan air tanah akan memberikan dampak lain seperti
penurunan muka tanah, intrusi air asin dan lain-lain. Menyadari akan keterbatasan sumberdaya air tersebut Pemerintah telah mencanangkan himbauan untuk
melaksanakan gerakan “Hemat Air” secara Nasional ( Kompas, 27 September 1994 ).
Himbauan ini yang kemudian menjadi acuan dengan dibentuknya berbagai
langkah-langkah strategis di bidang sumberdaya air. Pada Hari Air Sedunia bulan April 2003 yang baru lalu telah dicanangkan
perlunya air untuk masa depan atau “Water For Future” oleh World Water Forum di
Jepang.
Air bersih untuk keperluan sehari-hari merupakan
salah satu kebutuhan utama masyarakat di daerah perkotaan. Untuk memenuhi
kebutuhan air bersih tersebut di daerah perkotaan dibangun beberapa pengolahan
air bersih yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara yaitu Perusahaan Daerah
Air Minum. Instansi inilah yang
kemudian bertugas untuk menyiapkan air
bersih dan mendistribusikannya kepada
masyarakat sebagai konsumen, akan tetapi masih sulit memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini disebabkan keterbatasan akan kualitas air baku dan
kapasitas produksinya. Permasalahan tersebut diperparah dengan adanya
kehilangan air baik secara teknis maupun non teknis.
Sebagai contoh adalah PAM Jaya sebagai perusahaan
daerah air minum di Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai kapasitas produksi
air bersih sebesar 18.235 liter / detik ( http :\www.Pam-Jaya. co.id pada 20
Des 2000 ) dan hanya dapat melayani kurang lebih 50 % dari masyarakat DKI Jakarta dengan jumlah kurang lebih 12
juta jiwa. Sisanya penduduk masih memanfaatkan air tanah baik dangkal maupun
dalam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan sebagian masih menggunakan
air sungai walaupun dengan kualitas yang sangat buruk.
Dari konsumen yang terbatas itupun sering muncul
keluhan seperti yang termuat pada
harian Kompas , 3 Desember 1994
bahwa air distribusi PDAM tidak dapat memenuhi kebutuhan penduduk baik
secara kualitas maupun kuantitas dan ditegaskan kembali tentang keraguan
masyarakat akan kualitas air (Kompas, 12 Februari 2000), bahkan berjalan dengan
waktu masih terdengar adanya tuntutan agar Mitra Pam Jaya lebih efisien untuk
tidak mengakibatkannya naiknya tarif air bersih (Kompas, 20 Desember 2000).
Permasalahan lain yang muncul kepermukaan ialah masih besarnya kehilangan air
yang mencapai angka 40-57 % dari jumlah produksi. Fenomena di atas menunjukkan
betapa kompleknya masalah yang dihadapi
Sebagai upaya untuk mengatasi kompleksitas masalah
suplesi air di daerah Jakarta, maka peran serta semua pihak sangat diharapkan
untuk dapat mewujudkan harapan tersebut. Tulisan ini akan membahas peranserta
atau partisipasi masyarakat sebagai salah satu elemen dalam sistem suplesi air
bersih. Pembahasan akan dilakukan berdasarkan pendekatan sistem secara terpadu.
Sistem suplesi air
merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai elemen sistem yang saling
terkait satu dengan lainnya, sehingga walaupun tulisan ini hanya akan memfokuskan pada partisipasi
masyarakat dalam mewujudkan suplesi air
bersih, tetapi sebagai suatu sistem masalah ini tidak dapat diselesaikan secara
parsial atau dari satu sisi saja. Untuk mengambarkan keterkaitan antar berbagai
elemen diberikan skematis pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar
1. Pendekatan sistem pada suplesi air bersih.
Pada skema di atas terlihat dengan jelas bahwa secara
proses produksi sistem suplesi air merupakan suatu sistem yang sangat sederhana
yaitu masukan-proses-keluaran atau dengan mengolah air baku dari sumber
air menjadi air bersih sesuai denga standar air minum dan kemudian
mendistribusikannya ke masyarakat. Berbeda dengan sistem produksi lainnya,
sistem suplesi air mempunyai keunikan yaitu sebagian dari konsumen secara
langsung mengkonsumsi bahan baku proses tersebut. Penelitian rinci mengenai ini
belum sepenuhinya dilakukan tetapi berdasarkan berbagai analisis dapat
disimpulkan sementara bahwa ada empat faktor dominan yang mempengaruhi yaitu :
kualitas air yang kurang memadai; belum terjangkau oleh jaringan distribusi,
biaya instalasi dan operasional yang terlalu tinggi, dan kurang sadarnya akan
pentingnya air bersih untuk kesehatan.
Faktor tersebut yang mendorong sebagian masyarakat masih memanfaatkan
air baku seperti air tanah untuk
keperluan sehari-hari, bahkan pada masyarakat
yang tinggal ditepi sungai masih
sering menggunakan air sungai untuk keperluan mandi-cuci-kakus (mck
).
Sistem itu juga menunjukkan peran masyarakat tidak
saja mendorong terwujudnya pemenuhan air bersih tetapi juga memberikan dampak
negatif pada proses. Sebagai ilustrasi pada skema ditunjukkan adanya dampak
negatif dari masyarakat tidak langsung terhadap sumber daya air atau secara
global ganguan terhadap siklus hidrologi seperti pengundulan hutan dan
penggunaan ozon. Belum lagi diperparah dengan aktivitas manusia yang secara
langsung mengganggu kualitas air dengan membuang limbah cair dan padat ke dalam
perairan sungai.
Secara sistem maka
proses tersebut tidak dapat terlepas dari berbagai faktor makro dan mikro dari
sistem itu sendiri, secara eksplisit ditunjukkan pada skema sebagai bingkai
dari sistem yang mempengaruhi kinerja dari sistem itu sendiri. Empat
faktor yang dapat diacu sebagai faktor
dominan ialah peran Pemerintah Pusat atau Daerah, kinerja PDAM, kondisi sumber
air, dan masyarakat pemakai air itu sendiri. Indikator dari masing-masing
faktor diberikan pada skema tersebut yang secara spesifik mempengaruhi kinerja
dari sistem suplesi air bersih tersebut. Sebagai contoh ialah sistem pelayanan
teknis dan administrasi dari PAM Jaya yang secara langsung dirasakan oleh
masyarakat. Masih banyak terdengar keluhan terhadap indikator ini yang
mengakibatkan sebagian masyarakat enggan atau tidak menempatkan hasil keluaran
( air bersih ) dari PDAM sebagai prioritas utama penyediaan air bersih untuk
keperluan sehari-hari.
Keempat faktor dominan
tersebut memberikan pengaruhnya secara parsial dan akumulasi dengan faktor
lainnya. Kerterkaitan ini yang kemudian menciptakan “lingkaran masalah” yang sulit
untuk dipecahkan, beberapa upaya yang telah dilakukan saat ini lebih
merupakan penyelesaian permasalahan secara parsial tanpa memperhatikan
kemungkinan akumulasi dan atau iteraksi dengan faktor dominan yang lain,
sehingga seringkali kurang efisien.
Uraian di atas menegaskan bahwa untuk mewujudkan
suplesi air bersih yang didambakan masyarakat di Jakarta tidak dapat
diselesaikan secara parsial tetapi lebih kepada pendekatan sistem secara
terpadu dengan memperhatikan faktor dominan di luar proses suplesi yang
mempengaruhinya
Pengaruh masing-masing faktor dominan tidak secara
rinci dijelaskan pada tulisan karena lebih menitikberatkan pada keberadaan
masyarakat dan partisipasinya yang akan mempengaruhi kinerja sistem suplesi air
bersih di daerah perkotaan.
Pentingnya keikutsertaan masyarakat dan swasta
seperti yang diuraikan dalam salah satu faktor dominan di atas telah menjadi
kebijakan nasional di hampir seluruh
negara didunia semenjak dicetuskannya Dublin statement, di Irlandia (1992) yang
kemudian diikuti oleh Agenda 21 Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sudah menjadi
kebijaksanaan umum yang berisikan 4 kerangka pokok pikiran yaitu :
1.
Pengelolaan secara
efektif sumber air sebagai sumberdaya alam yang sifatnya holistik dikait dengan
proses pembangunan sosial ekonomi dengan menjaga kelestarian sumber daya alam;
2. Pengelolaan sumberdaya air harus mengkaitkan seluruh unsur yang terlibat yaitu pemakai, perencana, dan pengambil kebijakan disemua tingkatan;
3.
Mengingatkan peran
wanita dalam pengelolaan dan menjaga air;
4. Air memiliki nilai ekonomis.
Pernyataan tersebut di atas
menegaskan akan pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya air secara menyeluruh. Air bersih sebagai salah satu produk utama
dari kegiatan pengelolaan sumberdaya air harus memperhatikan secara serius akan
partisipasi masyarakat secara penuh.
Untuk membahas partisipasi
masyarakat pada sistem suplesi air
bersih hendaknya dilihat terlebih dahulu keberadaan masyarakat tersebut. Secara
geografis dapat dipisahkan dalam kelompok masyarakat yang masing-masing
mempunyai perannya dalam mendukung dan menghambat sistem. Dikaji dari pola aliran sungai maka dapat
dipisahkan kelompok masyarakat yang tinggal di hulu sungai, tepi sungai, muara,
dan pantai. Sementara dipandang dari pola pemukiman dan kehidupannya terdapat
dua kelompok utama yaitu di daerah urban dan rural. sketsa pada gambar 2
memisahkan adanya masyarakat urban yang
telah memanfaatkan air bersih dari
pengolahan air, tetapi adapula yang masih memanfaatkan air tanah secara
langsung. Masing-masing kelompok
tersebut mempunyai peran yang berbeda sehingga tidak dapat digeneralisasi suatu
pola untuk meningkatkan partisipasi masyarakat pada suatu perkotaan.
Aktivitas keseharian yang
mendukung dan menghambat kinerja sistem suplesi air sangat berbeda berdasarkan
letaknya terhadap sumber air baku dan
pada pemanfaatan distribusi air. Sebagai contoh apabila akan dilakukan
suatu usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di daerah tepi sungai
akan sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pantai. Contoh ini
memberikan penekanan bahwa partisipasi
masyarakat tidaklah dapat diharapkan “seragam” akan tetapi “beragam” sesuai
dengan perannya pada sistem suplesi dan adanya keterpaduan antar kelompok.
Secara parsial dalam setiap kelompok
memang dapat digunakan pendekatan sebab – akibat untuk mereduksi ganguan
terhadap suplesi air bersih, akan tetapi pengaruh faktor makro akan berperan
sangat besar pada penyelesaian masalah secara mendasar, misalnya konsistensi
pada penerapan Kebijakan pelestarian lingkungan.
Gambar 2. Kelompok masyarakat
yang mempengaruhi suplesi air bersih.
Secara teoritis perlunya pendekatan
partisipasi masyakat dijabarkan oleh
Piers Blake dan Harold Broofield (1987)
dalam bukunya Land Degradation and Society dikutip dari Kadri (1998) bahwa “ we must put the land
manager ‘center stage’ in the
explanation, and learn from the land manager ‘perceptions of their problem’” yang mengartikan bahwa
perlu meletakan masyarakat sebagai land manager atau menjadi pusat pengaturan
setiap permasalahan dan berdasarkan persepsi dasar masyarakat tersebut.
Metoda pendekatan
partisipatif yang berkembang pada perioda 1990
ialah Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dikembangkan dari
metoda Rapid Rural Appraisal (RRA) yang terlebih dahulu dikenal. Pada
pengembangannya partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta,
keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisa,
merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah masyarakat. Robert Chambers
(1996) dalam Kadri (1998) mengartikan partisipasi sebagai “Suatu pendekatan dan
metoda untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan dan oleh
masyarakat desa”. Definisi ini memberikan pencerahan akan perlunya memperhatikan
masyakat yang terlihat didalamnya dalam proses pengelolaan suatu sumber daya.
Berkaitan dengan
pemahaman akan partisipasi di atas, maka makin kuat akan ketergantungan
penyediaan air bersih terhadap masyarakat sebagai faktor dominan. Berbagai
langkah perlu dilakukan untuk dapat mengkaitkan masyarakat secara menyeluruh
dalam sistem penyediaan air bersih seperti peningkatan pemahaman akan perlunya
air bersih, kelestarian sumberdaya air baku, pemeliharaan terhadap sarana
prasarana air bersih, dll. Peningkatan pemahaman akan berbagai hal tersebut
harus dilakuan secara dini dan mendasar artinya perlu adanya pendekatan
terstruktur dan terprogram. Usaha untuk meningkatkan partisipasi masyakat
seyogyanya dilaksanakan oleh berbagai
pihak yang terkait seperti pengelolaan sumberdaya air, pendidik, pemerintah
daerah, pemuka agama, pemuka adat dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan yang tentunya bukan merupakan jawaban nyata terhadap harapan
terwujudnya suplesi air bersih di perkotaan, tetapi lebih memberikan gambaran
akan pola pendekatan yang dapat diambil apabila akan dilakukan langkah
nyata.
1.
Untuk mewujudkan
suplesi air bersih yang didambakan masyarakat tidak dapat diselesaikan secara
parsial tetapi lebih kepada pendekatan sistem secara terpadu dengan
memperhatikan faktor dominan di luar proses suplesi yang mempengaruhinya.
2.
Masyarakat dapat
dipisahkan dalam kelompok yang masing-masing mempunyai perannya yang berbeda
dalam mendukung dan menghambat sistem suplesi air bersih.
3.
Partisipasi masyarakat
tidaklah dapat diharapkan “seragam” akan tetapi “beragam” sesuai dengan
perannya dan perlu adanya keterpaduan
antar kelompok.
Emil Salim.
2002. Air Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Halaman 1-6 Kumpulan
Makalah Peluang dan Tantangan Pengelolaan SumberDaya Air di Indonesia. BPPT.
Jakarta.
Kadri, T.
1998. Studi kehilangan air pada sistem distribusi air bersih di DKI
Jakarta. Laporan Penelitian Jurusan Teknik Sipil Universitas Trisakti,
Jakarta.
Kompas On-Line. Http:\www.kompas.com , artikel
tanggal 27 September dan 3 Desember 1994 dan tanggal 12 Februari dan 20
Desember 2000.
Marpaung, M. E. 2000. Improving the effisiensi of
water supply management. Centre of Developing Cities, University of
Canberra. Australia.
Pam Jaya, Http:\ www.pam
-jaya.co.id, informasi PAM Jaya searching tanggal 20 Desember 2000.