© 2003  Erniwati                                                                                                Posted 13 November 2003

 Makalah Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November 2003

 

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

PEMANFAATAN KAYU HITAM/EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DAN MASALAH PELESTARIANNYA

 

 

Oleh :

Erniwati

E061030091/IPK

E-mail: watierni73@yahoo.com.sg

Pendahuluan

            Eboni atau kayu hitam   (Diospyros celebica Bakh.) mempunyai kayu teras berwarna hitam atau coklat kehitaman dengan tingkat dekoratif yang tinggi sehingga sangat cocok untuk digunakan sebagai meubel dan bahan dekoratif lainnya, selain itu jenis kayu ini juga tegolong jayu kuat dan awet, sehingga kayu ini bernilai ekonomi tinggi dan permintaan konsumen semakin bertambah dari waktu ke maktu.

            Tingginya permintaan di satu sisi, dan kurangna persediaan jenis ini di sisi lain mengakibatkan harga eboni semakin menggiurkan. Di Sulawesi Tengah, yang merupakan daerah penghasil utama kayu hitam, harga kayu tersebut berkisar Rp 7 juta sampai Rp 10 juta/m3, sedangkan di Malaysia antara Rp 20 juta sampai 25 juta/m3 (Sinar Harapan, 26 Mei 2003).

            Hal tersebut mengakibatkan semakin maraknya ilegal logging dan penyelundupan jenis kayu ini ke Malaysia, kondisi sepeti sangat dimungkinkan karena lemahnya pengawasan, dan banyaknya oknum yang bermain dalam perdagangan ilegal komoditi ini, mengingat untung yang diperoleh cukup besar. Sehingga jumlah/populasi kayu hitam semakin berkurang selain disebabkan karena eksploitasi yang berlebihan, juga karena kurangnya upaya pelestarian dan konservasinya, ditambah karakteristik eboni yang lambat pertumbuhannya, riap pertumbuhan sekitar 0,5 cm/th, selain itu  kurangnya penelitian yang dapat mendukung upaya pemanfaatan dan pelestariannya.

            Kondisi-kondisi tersebut memberikan indikasi bahwa pengelolaan dan pemanfaatan kayu hitam mulai saat ini harus seoptimal mungkin dan seharusnya ada tindakan-tindakan khusus mengingat keberadaannya yang semakin langka dan merupakan flora endemik Sulawesi.

Risalah Jenis

            Pohon Dyospyros celebica dapat mencapai tinggi 40 m, diameter 100 cm, dengan tajuk berbentuk selindris sampai kerucut, percabangannya agak lateral dengan percabangan sangat kokoh. Sistem perakaran sangat dalam, luas dan intensif. Kulit luar bewarna hitam dan mengelupas kecil-keci sejalan dengan bertambahnya umur pohon. (Samingan, 1973; Tantra, 1980). Bunga berukuran kecil, buah berdaging dan merupakan makanan bagi satwa baik burung maupun mamalia (Oka, 2001)

            Diospyros celebica dapat tumbuh pada berbagai type tanah, mulai dari tanah berkapur, tanah liat sampai tanah berpasir atau berbatu pada ketinggian 25 m sampai 350 m dpl (Tantra, 1980). Pada hutan alam di Sulawesi jenis ini banyak ditemukan pada daerah yang memiliki curah hujan lebih dari 1500 mm.

Situasi Saat Ini

Populasi

            Kurangnya data yang akurat tentang jenis ini menyulitkan dalam pengelolaannya, namun yang pasti beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan tajam atas permintaan dan nilai devisa  dari ekspor kayu eboni. Hal ini terjadi karena naiknya nilai mata uang asing sehingga di dalam negeripun terjadi peningkatan harga sebagai dampaknya. Sehingga tekanan terhadap hutan alam untuk eksploitasi jenis ini semakin bertambah, mengakibatkan terjadi penurunan yang sangat tajam akan jumlah/populasinya. Hal ini ditandai dengan semakin sulitnya ditemukan tegakan kayu eboni di tempat-tempat yang biasa terdapat tegakan tersebut di daerah tegakan alaminya, seperti di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi  Selatan. ( Sumedi dan Ilmi Kurniati, 2001).

            Menurut hasil survey, komposisi eboni dalam tegakan hutan eboni hanya sekitar 10%. Kerapatan antara 1-6 batang/ha dengan volume kayu teras rata-rata 2 m3/ha. Batang dengan teras berkualitas baik terjadi setelah dimeter lebih 40 cm. Inventarisasi permudaan eboni pada tahun 1974-an saja menunjukkan bahwa pohon eboni dengan diameter lebih 50 cm di areal kerja HPH Sinar Kaili Sulteng, sudah jarang karena habis di panen. (Sunaryo, 2001)      

            Word Conservation Union (IUCN), dalam daftarnya mencantumkan Diospyros celebica Bakh termasuk ke dalam kategori vulnerable (VU AL cd) yang artinya berada pada batas beresiko tinggi untuk punah di alam. Kriteria penetapan status ini adalah jumlahnya diperkirakan tereduksi atau berkurang lebih dari 20% dari jumlah sepuluh tahun yang lalu dan perlu dijadikan target utama untuk konservasi baik habitat maupun jenisnya. Namun melihat kecenderungan pemanfaatan yang berlebihan saat ini kemungkinan status ini telah berubah lebih buruk lagi. (Samedi dan Ilmi Kurniawati, 2001).

Perdagangan

            Jenis kayu eboni sampai saat ini belum terdaftar dalam daftar Appendiks CITES, berarti perdagan ke luar negeri belum dibatasi dan tidak termasuk dalam daftar  tumbuhan yang dilindungi berdasar PP No. 7 Tahun 1999. Hal ini disebabkan karena tidak adanya data yang akurat yang mendukung untuk mengajukan jenis ini dalam daftar Appendiks CITES.  

            Perdagangan ekspor kayu hitam di Sulawesi Selatan menurun sejak tahun 1994 dari 2.515.600 m3 menjadi 22,00 m3 pada tahun 1996, begitupun di Sulawesi Tengah tahun 1994 volume ekspor mencapai 152.321 m3 menurun 33.939 m3 pada tahun 1997. (Samedi dan Ilmi Kurniawati, 2001)

            Perdagangan dalam negeri saat ini mencapai harga Rp 7 sampai  Rp10 juta per m3 sedangkan perdagangan ilegal ke luar negeri mencapai harga Rp 20 hingga Rp 25 juta per m3.

Upaya Pelestarian

            Upaya pelestarian eboni dipengaruhi berbagai faktor, termasuk pemanfaatannya, sehingga pelestariannya haruslah merupakan kegiatan terpadu dalam suatau pengelolaan, mulai dari penanaman bibit sampai kepada pemanfaatannya menjadi barang jadi, sehingga dapat memeberikan nilai optimal, tidak hanya nilai ekonomi tapi juga nilai ekologis dan nilai sosial budaya, mengingat jenis ini merupakan jenis endemik Sulawesi.

 

 

Berbagai langkah-langkah yang dapat dan telah dilakukan, yaitu  :

1.  Upaya perlindungan : meliputi perlindungan di dalam negeri melalui Sk atau Perda yang sesuai untuk pelestarian eboni, perlindungan internasional, untuk mengendalikan penyelundupan yang semakin marak, sehingga kontrol perdagangan internasional melalui CITES  sangat diperlukan.

2.   Konservasi, meliputi konservasi in- situ dan ex- situ.

*    Konservasi in- situ dapat dilakukan dengan penetapan cagar alam dan taman nasional dan stasiun pengadaan bibit di tempat/habitat eboni.

*    Konservasi ex-situ dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti yang disarankan oleh Oka, 2001, diantaranya : eboni sebagai tanaman pekarangan, eboni sebagai hutan kota dan peneduh jalan, hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat eboni dan hutan tanaman eboni.

Sebagai tanaman pekarangan, eboni telah dicoba ditanaman di pekarangan beberapa kantor-kantor di daerah Sulawesi dengan riap petumbuhan  rata-rata 0,6 cm/th. Sebagai hutan kota dan peneduh jalan, eboni memenuhi sebagian besar kriteria dengan sistem perakaran yang kuat serta percabangan yang kokoh, bentuk tajuk yang silindris dan kompak, daur hidup yang panjang sehingga tidak banyak guguran daun yang mengotori jalan, tetapi pertumbuhan yang lambat menjadi kendala sebagai pohon peneduh sehingga disarankan pada awal pertumbuhan eboni harus ditanam berdampingan dengan pohon peneduh lain.

Sebagai tanaman hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman eboni, saat ini masih merupakan kendala karena masyarakat umumnya memilih jenis-jenis yang cepat mendatangkan hasil, tetapi mengingat harga kayunya yang relatif tinggi maka jenis ini dapat dimasukkan sebagai salah satu jenis pohon yang ditanam tentunya dengan jenis-jenis lain yang pertumbuhannya relatif lebih cepat.  Dibandingkan dengan yang ditanam pada pekarangan, eboni yan ditanam pada hutan Cagar Alam Karaenta menunjukkan pertambahan riap yang lebih lambat yaitu rata-rata 0,2 cm/th (Oka, 2001).

            Konservasi genetik ex-situ dapat dilakukan dengan

- Pengawetan tanaman di dalam kebun-kebun botani, arboretum dan kebun raya.

-  Pembangunan kebun-kebun benih (seed orchard), sebagai upaya pengadaan bibit dari luar habitat aslinya.

-  Penyimpanan benih dalam dry cold storage

-  Pengembangan teknik-teknik perbanyakan secara in-vitro

-  Pembangunan bank-bank plasma (Samedi dan Ilmi Kurniawati, 2001)

3.  Pemanfaatan yang Optimal

Saat ini pemanfaatan kayu eboni  di dalam negeri sebatas pada barang kerajinan dan mebel pada industri rakyat. Kurang bervariasinya pemanfaatan kayu hitam ini terutama karena tingkat teknologi dan modal masyarakat. Sementara di luar negeri pengolahannya sangat bervariasi sehingga permintaan akan kayu ini sebagai bahan baku industri sangat tinggi, hal ini mendorong maraknya ilegal logging dan ilegal ekspor.

Kemajuan teknologi di bidang industri kayu memungkinkan upaya pengolahan yang lebih optimal tanpa menghilangkan industri kerajinan rakyat sangat diperlukan, misalnya industri – industri perkayuan yang terintegrated, diantaranya;

      -  Fancy Veener ( veener dekoratif), Serat kayu hitam yang sangat indah  cocok untuk veener dekoratif tinggi. Fency veener ini dapat digunakan sebagai bahan penutup pada papan tiruan atau plywood yang digunakan sebagai papan atau bahan baku mebel yang nilai dekoratifnya rendah sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih baik.

       -    Papan Komposit atau Papan Tiruan : potongan-potongan kayu hitam dari pembuatan veener selain dapat dijadikan barang kerajinan juga sebagai bahan baku papan komposit atau papan tiruan dengan tetap  memperhatikan seratnya agar nilai dekoratifnya masih dapat dipertahankan.

      -     Arang dan pemanfaatan yang lain : serbuk gergajian kayu atau saberatn sabetan kecil yang tidak dapat kagi digunakan untuk kerajinan, selain dapat sebagai bahan baku papan partikel juga dapat dijadikan arang  briket atau arang aktif.

      -     Pemanfaatan zat-zat ekstraktif dari bagian-bagian pohon, apakah digunakan sebagai obat, kosmetik dan lain-lain.

 

4. Penelitian Pengembangan Eboni

            Penelitian berbagai aspek sangat diperlukan untuk pengembangan jenis ini, misalnya penelitian  silvikultur, habitat, juga tentang kondisi masyarakat sekitar habit hutan eboni, penyakit, pemanenen dan pengolahannya. Mengingat jenis ini sangat lambat pertumbuhan kayu terasnya, seperti yang diungkapkan Oka, 2001 bahwa hasil pengeboran kayu dengan diameter 18, 2 cm belum mempunyai kayu teras, bila laju pertumbuhan pohon yang diamati ini sama dengan laju pertumbuhan pohon eboni di hutan Amaro (SulSel), berarti pohon ini telah berumur 18 tahun. Maka sangat diperlukan suatu penelitian cara untuk merangsang atau mempercepat pertumbuhan kayu teras agar waktu pertumbuhan untuk memanfaatkan kayunya dapat dipersingkat, tidak harus menunggu puluhan atau bahkan lebih dari seratus tahun.

      Penutup

            Beberapa alternatif pelestarian dan pengolahan kayu hitam tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonominya, meningkatkan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah. Pemanfaatan yang optimal juga mendorong upaya pelestariannya dan meningkatkan nilai ekologi dan sosial budaya setempat karena jenis ini merupakan  jenis endemik Sulawesi,  yang diharapkan tidak akan terancam punah di alam.

 

Pustaka

Anonim. 1994. Buku Pintar Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta

 

Anonim. Kayu Hitam Sulteng Diselundupkan ke Malaysia. Sinar Harapan 26 Mei 2003

 

Oka, N.P. 2001. Pendekatan Teknis Pelestarian Eboni Secara Ex-Situ. Makalah pada Lokakarya Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh)  dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi dan Era Pasar Bebas, Universitas Hasanuddin. Makassar

 

Samedi dan Ilmi Kurniawati, 2001. Kajian Konservasi Eboni. Makalah pada Lokakarya Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh) dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi dan Era Pasar Bebas, Universitas Hasanuddin. Makassar

 

Sunaryo, 2001. Konservasi Eboni. Makalah pada Lokakarya Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh) dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi dan Era Pasar Bebas, Universitas Hasanuddin. Makassar

 

Tantra I G.M, 1980. Flora Pohon Indonesia. Lembaga Penelitian Hutan Bogor