© Nirwan Sahiri Posted
Makalah Individu
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pascasarjana / S3
Institut Pertanian
November 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng
(penanggung jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
PERTANIAN
ORGANIK:
PRINSIP DAUR ULANG HARA, KONSERVASI AIR DAN INTERAKSI
ANTAR TANAMAN
Oleh :
Nirwan
Sahiri
Email :
nirwan_sahiri@yahoo.com
Perkembangan sistem pertanian saat ini yang didominasi oleh sistem pertanian dengan input luar yang tinggi membawa dampak negatif di lingkungan ekosistem pertanian maupun di luar ekosistem pertanian. Dampak di dalam ekosistem pertanian terdiri dari : a) Meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia dan biologis), b) Meningkatnya residu pestisida dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma, c) Berkurangnya keanekaragaman hayati, serta d) Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan. Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem pertanian, adalah : a) Meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena pencemaran bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam ekosistem peratanian, b) Terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan sarana produksi pertanian, c) Ketimpangan sosial antar petani dan komunitas di luar petani.
Meningkatnya dampak kerusakan lingkungan akibat praktek pertanian dengan hight eksternal input (input luar yang tinggi) seperti penggunaan pestisida dan pupuk anorganik, membawa kesadaran baru bagi segenap pihak yang berkepentingan dengan pengembangan pertanian baik petani, pakar di bidang pertanian, pelaku ekonomi, masyarakat umum serta pengambil kebijakan baik lokal maupun kebijakan negara untuk kembali menyusun strategi baru dalam menanggulangi dampak negatif, meskipun masih terdapat keragaman pada tingkat kesadaran. Salah satu wujud kesadaran tersebut adalah munculnya perencanaan agroekosistem yang kembali pada sistem pertanian organik.
Istilah pertanian organik telah menghimpun seluruh imajinasi petani bersama-sama konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia (pestisida dan herbisida) dan pupuk kimia yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan “kembali ke alam” (Sutanto, 2002a).
Prinsip utama pertanian organik adalah penggunaan input luar yang rendah yang berlawanan dengan penggunaan input luar yang tinggi. Berdasarkan prinsip tersebut, maka berkembang berbagai istilah seperti Cyclic Farming System, regeneratif agriculture, sustainable agriculture, organic farming, organic system, organic agriculture, biological agriculture, Purely organik agriculture, dan ecofarming, yang merupakan kontras dari istilah-istilah convensional farming, Industrialized form agriculture, dan industrialized farming system (Mugnisjah, 2001). Pertanian organik merupakan hukum pengembalian (low of return) yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman (Sutanto, 2002b). Pertanian organik (organic farming, oraganic system atau organic agriculture) adalah sistem pertanian yang menggunakan sarana produksi yang berasal dari mahkluk hidup, bukan produksi pabrik atau bahan-bahan mineral (Mugnisjah, 2001).
Berdasarkan prinsip utama tersebut, maka pengembangan pertanian organik diarahkan pada tujuan utama yaitu : a) Mengurangi dampak negatif pada lahan baik fisik kimia dan biologi, sehingga produktisifitas lahan meningkat dan stabil, b) Mengurangi resistensi dan persistensi hama penyakit akibat penggunaan pestisida, sehingga penekanannya lebih mengarah pada pengendalian hayati, c) Meningkatnya kesehatan lingkungan ekosistem pertanian sehingga kesehatan masyarakat dan petani juga meningkat, d) Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan berupa sarana produksi dari luar, sehingga pemanfaatan sumberdaya lokal semakin meningkat, e) Mewujudkan kedaulatan petani dalam menentukan rencana-rencana strategi dan pengambilan keputusan sehingga ketimpangan sosial dan ekonomi dapat teratasi.
Pada pendekatan teknis, sistem pertanian organik memberikan penekanan pada prinsip daur ulang hara, konservasi air dan interaksi antara tanaman dalam pemenuhan siklus hara serta pengendalian hama dan penyakit serta gulma dalam model integrated farming system. Pembahasan pada tulisan ini penekanannya pada prinsip daur ulang hara, konservasi air dan interaksi antar tanaman untuk tujuan siklus hara dan peningkatan hasil ekonomi serta produksi biomassa.
Prinsip
daur ulang hara pada pertanian organik didasarkan pada upaya mengurangi
kehilangan hara melalui panen (biomassa dan hasil ekonomi), dengan cara mengembalikan sebagian biomassa ke dalam tanah, setelah
hasil ekonomi di panen. Pada penggunaan hara yang bersumber dari bahan-bahan
anorganik (pupuk kimia), maka proses daur ulang hara tidak terjadi karena
sumber utama hara adalah
bentuk anorganik yang berasal dari luar agroekosistem . Sedangkan sumber hara dari bahan organik (biomassa
tanaman, kotoran hewan dan limbah organik), setelah diberikan ke dalam tanah
dalam bentuk organik, selanjutnya akan mengalami proses peruraian menjadi
bentuk anorganik yang siap diserap akar tanaman. Sejumlah hara tersebut akan dipergunakan untuk memproduksi bahan kering tanaman
(biomassa dan hasil ekonomi) yang selanjutnya akan dapat di daur ulang kembali.
Sumber utama hara organic berasal dari petak usahatani,
sedangkan sumber hara anorganik berasal dari luar petak usahatani.
Sistem pertanian organik juga dapat mengatasi masalah air pada pertanaman. Konservasi air dapat dilakukan karena penambahan bahan organik khususnya yang bersumber dari biomassa tanaman, pada mulanya akan berfungsi sebagai mulsa (penutup tanah). Penutupan tanah melalui mulsa akan meningkatkan kandungan air dalam tanah, karena proses evoporasi dapat ditekan. Mengatasi masalah air bukan saja terbatas pada menekan proses kehilangan air, tetapi sampai pada efesiensi penggunaan air (water use efficiency) oleh tanaman.
Pertanian organik lebih berorientasi pada penanaman lebih dari satu jenis tanaman dalam satu petak usahatani. Model penanaman dengan prinsip Multiple Cropping tersebut, salah satu tujuannya adalah meningkatkan efesiensi penggunaan air, karena ruang terbuka yang memungkinkan terjadinya kehilangan air dapat di kurangi seminimal mungkin. Hal ini disebabkan oleeh rasio penggunaan lahan semakin tinggi, sehingga hampir seluruh potensi air dimanfaatkan oleh tanaman.
Prinsip deversifikasi tanaman pada pertanian
organik di samping meningkatkan efesiensi penggunaan air, sasaran utamanya
adalah daur ulang hara, pengendalian
Menurut
Kline et. al (1980), beberapa pertimbangan dalam
menentukan jenis tanaman untuk di integrasikan dengan tanaman lain adalah
sebagai berikut : a) karakter morfologi, b) siklus hidup, c) adanya alelopati,
d) toleransi naungan dan cahaya dari masing-masing jenis tanaman (karakater
fisiologi), e) Kebutuhan hara masing-masing jenis tanaman, f) efisiensi ruang
perakaran tanaman, dan g) proses-proses suksesi dan pemencaran tanaman. Pertimbangan-pertimbangan tersebut bertujuan untuk memenuhi
kompatibilitas ekosistem yang saling menguntungkan antara satu jenis dalam
jenis tanaman lainnya. Disamping itu proses penghindaran dari proses
penekanan organisme lain seperti
Sumber utama hara dalam pertanian organik berasal dari dalam lingkungan usahatani berupa bahan organik dari biomassa tanaman atau tumbuhan, kotoran ternak, limbah pertanian lainnya dan hasil fiksasi secara biologis. Sumber-sumber bahan organik segar tersebut akan mengalami proses penguraian yang melibatkan biota tanah/mikroorganisme tanah dan selanjutnya akan tersedia bagi tanaman. Prinsip utama yang menjadi acuan dalam daur ulang hara adalah prinsip keseimbangan hara yaitu jumlah yang hilang sama dengan jumlah yang ditambahkan ke dalam tanah sehingga kestabilan produktivitas lahan dapat dicapai. Proses pengembalian hara mengikuti daur yang utuh melalui tanah----tanaman----tanah, atau tanah----tanaman----ternak----tanah.
Gambar 1.
Mengelola sistem daur ulang dan aliran hara dalam petak pertanaman
Magdoff et,
al (1997) dalam Sutanto (2002b), telah membahas mekanisme
daur ulang hara dalam petak pertanaman (gambar 1). Pada mekanisme tersebut
terjadi keseimbangan antara pengambilan dan pengembalian unsure hara ke dalam
tanah dalam bentuk organic cycling.
Sumber-sumber bahan organik yang berasal dari dalam lingkungan usahatani, dalam hubungannya dengan kebutuhan hara tanaman dapat disebut pupuk organik. Hingga saat ini perkembangan penggunaan bahan organik sebagai sumber pupuk organik semakin meningkat seiring dengan peningkatan degradasi lahan terutama didaerah tropis. Di samping itu penelitian-penelitian tentang pupuk organik telah banyak dilakukan. Huang Qiwei at. al 2001) telah melakukan penelitian pengaruh berbagai macam pupuk organik terhadap hasil dan kualitas teh hijau. Pupuk organik yang dicobakan terdiri dari : a) Jerami padi kering 15 ton/ha (I), b) Jerami padi kering 15 ton/ha (I) + 3,75 ton/ha bubuk batang lobak (II), c) I + pupuk hijau dari tanaman lobak cina (turnip) = (III), d) II + pupuk hijau (IV). Sebagai perlakuan kontrol digunakan pupuk kimia masing-masing Urea 600 kg/ha, Calsium magnesium phosphate 750 kg/ha dan Kalium sulphate 450 kg/ha setiap tahun. Tanaman teh yang digunakan berasal dari Varietas Fuding Dabai cha (Camellia sinensis (L) O. Kuntze).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil (yield) maksimum dicapai pada pemberian pupuk kimia (Tabel 1), dibandingkan dengan pemberian pupuk organik.
Tabel 1.
Pengaruh pupuk organik terhadap hasil teh
Perlakuan |
Hasil Total pertahun (kg / hm2) |
Hasil teh musim semi (kg / hm2) |
||||
1 |
2 |
3 |
1 |
2 |
3 |
|
Pupuk kimia |
1923,0 |
1894,5 |
1959,0 |
984,6 |
990,8 |
1010,8 |
I |
996,0 |
694,5 |
609,0 |
647,4 |
488,2 |
436,7 |
II |
1300,6 |
1317,5 |
1402,2 |
803,8 |
811,6 |
866,6 |
III |
1017,0 |
870,0 |
810,5 |
615,3 |
533,3 |
500,9 |
IV |
1314,5 |
1367,0 |
1486,0 |
808,4 |
844,8 |
919,3 |
Catatan : 1 = Percobaan tahun pertama, 2 = Percobaan tahun kedua, 3 = Percobaan tahun ketiga
Meskipun kuantitas hasil panen teh maksimum dicapai pada pemberian pupuk anorganik, tetapi kualitas hasil yang terdiri dari % kandungan asam amino, % Polyphenol dan Profesional taste score, terbaik dicapai pada pemberian pupuk organik (Tabel 2).
Tabel 2.
Pengaruh pupuk organik terhadap kualitas tes musim semi
Perlakuan |
Kandungan Asam Amino (%) |
Tea Polyphenol (%) |
Profesional Taste Score |
||||||
1 |
2 |
3 |
1 |
2 |
3 |
1 |
2 |
3 |
|
Pupuk Kimia |
32,24 |
3,26 |
3,28 |
27,9 |
28,2 |
28,0 |
98,3 |
98,5 |
98,5 |
I |
3,01 |
2,94 |
2,91 |
28,2 |
28,8 |
29,0 |
97,7 |
98,0 |
98,2 |
II |
3,21 |
3,28 |
3,30 |
28,0 |
28,3 |
28,1 |
99,1 |
99,5 |
99,6 |
III |
3,03 |
3,10 |
3,14 |
28,1 |
27,8 |
28,3 |
97,9 |
98,6 |
98,5 |
IV |
3,22 |
3,31 |
3,32 |
27,9 |
28,1 |
28,2 |
100 |
100 |
10 |
|
Data yang tertera pada tabel 2 menunjukan bahwa kandungan utama teh yakni asam-asam amino pada musim semi, pada perlakuan II, III, IV meningkat dari tahun ketahun, tetapi perlakuan I menurun dari tahun ketahun. Kandungan asam-asam amino pada perlakuan IV dan II lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kimia, tetapi perlakuan III dan I lebih rendah dari perlakuan pupuk kimia. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada kandungan polyphenol.
Pada professional taste Score IV>II>III = pupuk kimia>I. Hasil ini menunjukan bahwa kualitas teh hijau yang dipupuk dengan pupuk organik, lebih baik dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik yang bersumber dari bubuk batang lobak memberikan pengaruh lebih baik pada kualitas teh.
Pupuk organik yang bersumber dari bahan-bahan lokal dilingkungan ekosistem pertanian. memiliki prospek yang baik sebagai alternatif dalam memperbaiki kesuburan tanah dan proses daur ulang hara tanaman.
C. PRINSIP KONSERVASI AIR DALAM PERTANIAN ORGANIK
Sistem pertanian oraganik disamping menganut prinsip daur ulang hara dalam siklus usahatani, juga mempertahankan prinsip konservasi air. Pembenaman bahan organik kedalam tanah dan penggunaan bahan organik yang belum terurai sebagai mulsa, dapat meningkatkan dan mempertahankan kandungan air dalam tanah. Pemulsaan (Mulching) adalah pemberian bahan-bahan serasah tanaman atau bahan-bahan an-organik seperti plastik sebagai bahan untuk menutup tanah pada pertanaman sedangkan bahan yang dipergunakan disebut Mulsa. Pemulsaan bertujuan mencegah kehilangan air dari tanah melalui proses evaporasi, dan aliran permukaan (runn off), mencegah atau menghambat pertumbuhan gulma dan sebagai sumber bahan organik tanah setelah melalui proses peruraian oleh mikroorganisme tanah.
Wenyan at. al (2001) menyatakan bahwa pengujian jangka panjang pengaruh pemulsaan (Mulching) dapat berpengaruh pada peningkatan kualitas teh. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian mulsa secara nyata menurunkan suhu tanah pada musim kemarau, evaporasi air, (run off) dan kerapatan bongkah tanah disamping itu dapat meningkatkan kapasitas insultrasi kedalam tanah dan kandungan lengas tanah (Tabel 3)
Tabel
3. Pengaruh pemulsaan terhadap suhu
tanah, laju evaporasi, laju infiltrasi, aliran permukaan dan kandungan lengas
tanah
Perlakuan |
Suhu Tanah (0C) |
Laju Evaporasi (mm/hr) |
Koefisien Infiltrasi (0-10 Cm) (mm/mt) |
Run off (t/km2, thn) |
Kandungan lengas rata-rata
(%) (0-10 cm) |
||
Permukaan |
5 cm |
15 cm |
|||||
Mulsa Jerami |
35,7 |
33,8 |
32,2 |
2,18 |
2,12 |
0 |
29,02 |
Kontrol |
56,0 |
43,2 |
35,0 |
4,56 |
1,18 |
498 |
23,85 |
Peningkatan kandungan lengas tanah sangat nyata pada penggunaan mulsa. Kandungan lengas mencapai rata-rata 29,02 % pada kedalaman tanah 0-10 cm dan lebih tinggi dibandingkan tanpa menggunakan mulsa (23,86 %). Peningkatan kandungan lengas tersebut disebabkan karena aliran permukaan ditekan sampai nilai 0 (nol), dan laju evaporasi yang rendah (2,18 mm/hr) dibandingkan dengan tanpa mulsa yang mencapai 4,56 mm/hr.
Konservasi air pada pertanian
organik sangat mendukung proses pertumbuhan tanaman, khususnya pengelolaan pertanian
dilahan kering dengan sumber air yang terbatas. Sedangkan di
daerah-daerah iklim tropika basah, konservasi air bibutuhkan pada musim kemarau
dimana curah hujan menurun, sehingga sumber air terbatas. Peningkatan
kandungan air tanah karena penggunaan sumber atau bahan organik sebagai mulsa
dapat meningkatkan efesiensi
penggunaan air oleh tanaman. (watter use
efficiency) dilahan kering. Hal ini disebabkan Karena tanaman
dapat terhindar dari cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan dapat
menghambat proses perkecambahan benih, menurunkan produksi bahan kering tanaman
dan efesiensi penggunaan air serta meningkatkan kandungan
D. INTERAKSI ANTAR TANAMAN DALAM MANAJEMEN
PERTANIAN ORGANIK
Manajemen pertanaman pada sistim pertanian organik
mengutamakan pola pertanaman lebih dari satu jenis tanaman dalam satu petak
usahatani. Pertanaman campuran (mixed cropping) Tumpangsari (multiple
cropping) dan pertanaman lorong (alley croping) antara lain merupakan pola
pertanaman yang dianjurkan dalam pertanian organik. Beberapa pertimbangan dalam
penggunaan pola tanam tersebut, antara lain mengutamakan proses daur ulang,
termasuk daur ulang hara dan konservasi air, simbiosis mutualisme pada proses
pengendalian
Pertanaman lebih dari satu jenis tanaman, pertimbangan interaksi antara jenis tanaman yang satu dengan jenis tanaman lainnya dengan tujuan interaksi saling menguntungkan menjadi pertimbangan utama. Karakter-karakter utama tanaman yang menjadi persyaratan dalam merencanakan pertanaman meliputi karakter morfologi dan fisiologi. Karakter morfologi terdiri dari : bentuk tajuk, sistim perakaran, percabangan, susunan daun, letak daun dan bentuk pertumbuhan sedangkan karakter fisiologi terdiri dari : kebutuhan hara, tolerasi terhadap cahaya dan naungan, foto periodisitas, siklus hidup tanaman dan kebutuhan iklim terhadap pertumbuhan tanaman (Kline et.al, 1980). Disamping pertimbangan pada karakter morfologi dan fisiologi antar jenis tanaman. Pertimbangan tujuan pola pertanaman juga sangat penting. Menanam jenis tanaman diantara jenis tanam yang lain dapat ditujukan untuk pengendali hama dan penyakit, proses daur ulang hara (sumber pupuk organik dan fiksasi secara biologis) atau tujuan konservasi (tanah dan air).
Pola pertanaman untuk tujuan proses daur ulang hara dapat dicontohkan dengan penanaman legumenosa sebagai sumber pupuk organik dengan tanaman pangan sebagai sumber pangan. Gliricida + jagung + kacang tanah adalah pola tanaman yang dapat menjaga kestabilan produktivitas lahan. Gliricida ditanam sebagai barier petak usahatani, sedangkan jagung + kacang tanah dengan pola Tumpangsari. Pada pola ini pertimbangan yang dimasukan adalah : a) adanya tanaman sebagai sumber pupuk organik (nutrien needs), b) masing-masing jenis tanaman memiliki karakter morfologi yang berbeda yaitu : system perakaran, bentuk tajuk dan siklus hidup, c) adanya tanaman yang dapat mengikat nitrogen secara biologi , d) tujuan pengendalian gulma karena ruang tumbuh gulma di persempit.
Pola pertanaman untuk tujuan pengendalian hama penyakit dapat dicontohkan dengan pola Tumpangsari jagung + kacang tanah/kentang. Pola tanaman tersebut dapat mengurangi telur ngengat penggerek batang karena tanaman kacang tanah/kentang dapat menghalangi penggerakan hama tersebut menuju tanaman inang (jagung). Tumpangsati dapat menggangu perkembangan populasi dan kelangsungan hidup hama serangga karena tanaman yang lainnya menahan penyebarannya terhadap tanaman atau lahan lainnya dan akan lebih sulit bagi hama serangga tersebut untuk tinggal dan tetap ada dalam habitat mikro yang mendukung perkembangannya yang cepat (Van der werf, 1985 ; Altieri, 1987 dalam Reijntjes at. al, 1999).
Pertanian dengan pola ganda dapat meningkatkan hasil tanaman setara lahan yang ditunjukan melalui parameter nisbah setara lahan, meskipun hasil pertanaman lebih rendah dari pola monokultur, disamping itu keanekaragam hasil dapat dicapai melalui pola tanam ganda. Amador (1980) dalam Reijntjes et. al, (1999) melaporkan bahwa Tumpangsari jagung + buncis + labu lebih menguntungkan dibanding dengan pertanaman monokultur (Tabel 4).
Tabel
4. Hasil penen
dan produksi biomassa jagung, buncis dan labu (kg/ha) dibanding
dengan pertanaman monokultur (pada beberapa kepadatan)
Tanaman
Monokultur Tumpangsati |
|||||
Jagung Kepadatan Panen Biomassa Buncis Kepadatan
Panen Biomassa Labu Kepadatan Panen Biomassa |
33.300 990 2823 56.800 425 853 1200 15 241 |
40.000 1150 3119 64000 740 895 1875 250 941 |
66.600 1230 4778 100.000 610 843 7500 430 1254 |
100.000 1170 4871 133.200 695 1390 30000 225 802 |
50.000 1720 5927 40.000 110 253 3330 80 478 |
Nisbah
setara lahan: 1,73 (hasil panen) 1,78 (Biomassa) |
Berdasarkan data pada Tabel 4, total hasil panen tumpangsari mencapai 1910 kg/ha, sedangkan total produksi biomassa tumpangsari 6659 kg/ha. Pada pola tanam monokultur dengan kepadatan yang maksimum untuk masing-masing jenis tanaman (jagung, buncis dan labu), total hasil panen mencapai 2090 kg/ha, dan total biomassa 7063 kg/ha. Hasil tersebut menunjukan bahwa efesiensi hasil terhadap luas lahan lebih tinggi dicapai pada pola tumpangsati karena dengan kepadatan yang jauh lebih rendah (masing-masing jenis tanaman) mampu mengimbangi hasil pada pola monokultur (hasil panen dan produksi Biomassa). Nisbah setara lahan yang dicapai masing-masing 1,73 untuk hasil panen dan 1,78 untuk produksi biomassa. Efisiensi fotosintesis lebih tinggi dicapai pada pola tanam ganda dibandingkan dengan pola tanam monokultur.
E. PENUTUP
Pertanian organik akan memberikan beberapa keuntungan pada setiap unit usahatani karena beberapa aspek pembiayaan usahatani dapat ditekan :
1. Prinsip daur ulang hara, dapat menghindari efek pencemaran lingkungan tanah pada petak usahatani, karena input luar dalam bentuk pupuk an-organik dapat di tekan. Pada unit pembiayaan pupuk dapat mengurangi nilai pembelian.
2. Prinsip konservasi air dapat mengurangi unit pembiayaan untuk sistem pengelolaan air pada petak usahatani. Pengunaan instalasi air irigasi dengan tujuan menghemat penggunaan air dapat ditiadakan. Disamping itu efeisiensi penggunaan air oleh tanaman meningkat.
3. Prinsip pola tanam ganda dengan mempertimbangkan interaksi antar tanaman yang saling menguntungkan dapat mengurangi penggunaan input luar dalam bentuk pestisida maupun herbisida serta meningkatkan nilai setara lahan pada hasil panen dan produksi biomassa. Unit pembiayaan untuk obat-obatan dapat ditekan
DAFTAR PUSTAKA
Alfredo A. C, Alves sefter T. L, 2000. Respon of Cassava to Water Deficit : Leaf Area Growth and Abscisic Acid. Crop Sci. 40 : 131-137 p.
Feenstra G, 2000. What is Sustainable Agriculture ?
Concept Themes, Farming and Natural Resources, Plant Production Practices, Animal Production Practices, teh Economic, Sosial and Political Context. Sustainable Agriculture Research And Education Program, University Of California. 1-8 p.
Katerji N, Van Hoorn J. W, Hamdy A, Karam F, Mastorilli M, 1994. Effect of Salinity on Emergence and Water Stress and Early Seedling Growth of Sunflower and Maize. Agriculture Water Management 26 : 81-91 p.
Kline R, Nanoy E. L, Sulisman V, Wolf R, 1980. Getting the Most from Your Garden. Radole Press, Emmans, Pennsylvania. 101-149 p.
Mugnisjah W. Q, 2001. Ekofisiologi Tanaman Tropika. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 104 hal.
Purnomo E, Sulasman S, Hasegawa T, Mashidoko Y, Osaki M, 2003. Budidaya Padi Lokal Petani Banjar : Sebuah Sistem LISA di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan . Center Tropical Acid Soil Studies, Basic Secience Laboratory Universitas Lambung Mangkurat. Hal 1-8.
Qiwei H, Xing Z. Y , Xinghui
L, 2001. Effets Of Organic Fertilizer on Tea Yild and
Quality. Proceedings: The Fifth IFOAM-ASIA Scientific Converence, Oct 31-
Reddy D. N, 2001. Organic Farming In
Reijntjes C, Haverkort, Bayer W, 1999. Pertanian Masa Depan :
Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Kanisius,
Sutanto R, 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta. Hal. 19-31.
_________, 2002. Penerpan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangan. Kanisius,
Wenyan H, Yunwen X, Qiang L, 2001. Effect of Mulching
and Organic Fertilizer on Soil Fertility and the Yield and Quality of Tea In an Organik Conversion Tea Field. Proceedings: The Fifth IFOAM-ASIA Scientific
Converence, Oct 31-
William D. D. Winslow M. D, 2001. An Assesment of
Technology Development from the Green Revolution To
Today. International Crops Research
Institute for The Semiarid Tropics (ICRISAT)