© 2003 Nonon Saribanon Posted:
Makalah Falsafah Sains (PPS 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian
Desember 2003
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
PRODUKSI BERSIH:
PARADIGMA BARU
PENGELOLAAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
Oleh :
Nonon Saribanon
P062024081
Abstract
The government of
Indonesia is committed to the principle of sustainable development, which
includes protection of natural resources and quality of the environment. The
principles in implementing sustainable development are considering
environmental aspects as early as possible in the development process since
prevention of impacts is more effective than control, considering environmental
aspects at each development phase, and implementing the principles of
efficiency and conservation in the use of natural and energy resources.
Cleaner
production is a preventive and integrated environmental management strategy
that needs to be implemented continously in the production process and product
life cycles in order to reduce risks to human and the environment.
Implementation of cleaner production could increase the efficiency and
effectiveness of the use of raw materials, energy and other resources. These
are the main reasons that cleaner production could change the old paradigm that
‘to control pollutant or waste means cost and decrease the efficiency’. Many
projects that implemented cleaner production showed cost reduction in their
production process and gained higher benefit. Cleaner production as a new
paradigm in environmental pollution control also could reduce the use of
hazardous and toxic materials in order to reduce the volume and toxicity of
waste generated. Other benefit of cleaner production is reduction of the
impacts through out their life cycle, starting from extraction of raw materials
to final disposal after the product, is no longer used.
At
national and international level, cleaner production implementation known as
Clean Development Mechanism (CDM) and especially implemented to reduce carbon
pollutant into the atmosphere. On Kyoto Protocol, CDM has been agreed as a
programme that should be implemented by countries that committed to and signed
this protocol. The implementation of CDM depends on the ability of each countries, and developed countries should assist developing
countries on implementation programme of CDM, to get the Emission Reduction
Unit (ERU) that could increase the Assigned Amount Unit in their own countries.
For developing countries, this joint implementation could increase their
economic and industrial activities to reach the sustainable development. That’s
the main reason why CDM accepted by many countries, because of its flexibility
and effectiveness to control the pollution emission.
PENDAHULUAN
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan adalah
upaya sadar terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke
dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan. Secara umum
prinsip pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai pelaksanaan
pembangunan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan membangun generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini biasa juga
diistilahkan sebagai inter-generation
commitment of development.
Kegiatan
pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi dasar
ekosistem sebagai penunjang kehidupan.
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan
merupakan beban sosial, dan pada akhirnya masyarakat dan pemerintah yang harus
menanggung biaya pemulihannya. Pemanfaatan teknologi dalam
berbagai sektor kegiatan merupakan salah satu faktor pendukung tercapainya
keberhasilan pembangunan
Pada awalnya, strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada
pendekatan daya dukung lingkungan (carrying
capacity approach), sehingga akibat terbatasnya daya dukung lingkungan
alami dalam menetralkan pencemaran yang makin meningkat, maka upaya mengatasi
masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah limbah yang terbentuk
(end-of-pipe treatment). Pengelolaan
pencemaran melalui pendekatan pengolahan limbah (end-of-pipe treatment), yang diperkenalkan sebagai salah satu
strategi untuk melindungi lingkungan, ternyata bukan cara
yang efektif dan hemat biaya. Oleh karena itu, strategi pengelolaan lingkungan
harus diubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah,
yaitu dengan penerapan Produksi Bersih, mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk
yang dihasilkan, memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara
hemat biaya serta memberi keuntungan baik finansial maupun non-finansial. Strategi ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran
lingkungan, sehingga masalah pencemaran lingkungan, terutama bagi industri,
tidak lagi identik dengan pengeluaran tambahan yang menaikkan biaya produksi
serta menjadi momok bagi industri tersebut. Banyak kegiatan industri
yang telah menerapkan Produksi Bersih memperlihatkan adanya penurunan biaya
produksi, peningkatan efisiensi proses produksi dan memperoleh keuntungan yang
lebih besar.
Persoalan lain yang muncul pada
pendekatan end-of-pipe treatment adalah
pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus
berlanjut, karena dalam prakteknya terdapat berbagai kendala, terutama masih
rendahnya pentaatan dan penegakan hukum, masih lemahnya perangkat peraturan
yang tersedia, serta masih rendahnya tingkat kesadaran. Kendala
lain yang dihadapi oleh pendekatan pengolahan limbah (end of pipe approach) adalah (Djajadiningrat, 2001) :
1. Pendekatan
ini sifatnya reaktif yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk.
2. Tidak
efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena pada kenyataannya
pengolahan limbah hanyalah mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu
media ke media lain. Limbah tetap terbentuk, hanya medianya berubah dan
seringkali tidak aman untuk dibuang ke lingkungan, karena tetap akan mencemari dan merupakan ancaman lebih lanjut bagi
lingkungan dan manusia.
3. Biaya
investasi dan operasi pengolahan dan pembuangan limbah relatif mahal, sehingga mengakibatkan
tingginya biaya produksi dan harga jual produk.
4. Peraturan
perundangan yang berlaku tidak didukung oleh penegakan hukum yang memadai,
sehingga sering ditemukan pelanggaran.
KONSEP
DASAR PRODUKSI BERSIH
Produksi Bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan
lingkungan yang dilaksanakan
secara sukarela (Voluntary) sebab penerapannya bersifat tidak wajib. Konsep Produksi Bersih
merupakan pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan
lebih bersifat proaktif. Produksi Bersih merupakan istilah yang
digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional
terhadap proses produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap
lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995)
mendefinisikan Produksi Bersih
sebagai suatu strategi pengelolaan
lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses
produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi
dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.
Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas
karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan
lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi
limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan
pencemaran dan perusakan lingkungan adalah strategi yang perlu diprioritaskan
dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah
merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan. Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan
limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya
(Bratasida,
1997).
Strategi untuk
menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih baik
daripada strategi pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah
ditimbulkan (treatment strategy). Kombinasi kedua strategi tersebut sesuai dengan skala prioritas pelaksanaan
Produksi Bersih adalah sebagai berikut (Overcash, 1986) :
·
Eliminasi : Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan
limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama
sekali (zero discharge).
·
Mengurangi
sumber limbah : Strategi pengurangan limbah yang
terbaik adalah strategi yang menjaga
agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin
memerlukan beberapa perubahan penting dalam proses produksi, tetapi dapat
meningkatkan efisiensi ekonomi yang besar dan menekan pencemaran lingkungan.
·
Daur Ulang : Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam
suatu proses, maka harus dicari strategi-strategi untuk meminimumkan limbah
tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan, seperti misalnya daur
ulang (recycle) dan/atau penggunaan
kembali (reuse). Jika limbah tidak
dapat dicegah atau diminimumkan melalui penggunaan kembali atau daur ulang,
strategi-strategi yang mengurangi volume atau kadar
racunnya melalui pengolahan limbah dapat dilakukan. Walaupun strategi ini
kadang-kadang dapat mengurangi jumlah limbah, tetapi tidak sama
efektifnya dengan mencegah limbah di tahap awal.
·
Pengolahan Limbah : Strategi yang terpaksa dilakukan
mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum mengantisipasi
adanya teknologi baru yang sudah bebas limbah. Artinya limbah memang sudah
terjadi dan ada dalam sistem produksinya, namun kualitas dan kuantitas limbah
yang ada dikendalikan agar tidak melebihi
·
Pembuangan Limbah : Strategi terakhir yang perlu
dipertimbangkan adalah metode-metode pembuangan alternatif. Pembuangan limbah
yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen
lingkungan, meskipun ini adalah teknik yang paling tidak efektif.
·
Remediasi : Strategi
penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi kadar racun dan kuantitas limbah yang
ada.
Peluang dan
Tantangan Penerapan Produksi Bersih
Produksi Bersih diperlukan sebagai cara
untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Peluang penerapan Produksi Bersih
adalah (Djajadiningrat, 2001) :
1. Memberi
keuntungan ekonomi, sebab didalam Produksi Bersih terdapat strategi pencegahan
pencemaran pada sumbernya (source
reduction dan in-process recycling)
yaitu pencegahan terbentuknya limbah secara dini dengan demikian dapat
mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan
pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
2. Mencegah
terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan.
3. Memelihara
dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui konservasi
sumber daya, bahan
4. Mendorong
pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan akrab lingkungan
5. Mendukung
prinsip ‘environmental equity’ dalam
rangka pembangunan berkelanjutan.
6. Mencegah
atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan
sumberdaya alam.
7. Memelihara
ekosistem lingkungan.
8. Memperkuat
daya saing produk di pasar internasional.
Tantangan Penerapan
Produksi Bersih, antara lain :
1.
Tercapainya efisiensi produksi yang optimal
2.
Diperolehnya penghargaan masyarakat terhadap sistem
produksi yang akrab lingkungan
3.
Mendapatkan insentif.
Pengembangan pelaksanaan dan penerapan Produksi Bersih intinya adalah merubah pola pikir tradisional ‘end-of-pipe’ dengan paradima baru dalam pengelolaan pencemaran lingkunan, yaitu penerapan Produksi Bersih, yang dapat meningkatkan efisiensi produksi sehingga akan memberikan peningkatan keuntungan baik secara finansial, teknik maupun regulasi. Meskipun demikian, hambatan ekonomi akan timbul bila kalangan usaha merasa tidak akan mendapat keuntungan dalam penerapan Produksi Bersih. Sekecil apapun penerapan Produksi Bersih, bila tidak menguntungkan bagi perusahaan maka akan sulit bagi manajemen untuk membuat keputusan tentang penerapan Produksi Bersih. Hambatan pada aspek ekonomi dan teknis antara lain adalah (Djajadiningrat, 2001) :
1.
Keperluan biaya tambahan peralatan
2.
Tingginya modal/investasi dibanding kontrol pencemaran
secara konvensional sekaligus penerapan Produksi Bersih
3.
Penghematan proses Produksi Bersih yang belum nyata
realisasinya
4.
Kurangnya informasi Produksi Bersih
5.
Sistem yang baru ada kemungkinan tidak sesuai dengan
yang diharapkan atau malah menyebabkan gangguan
6.
Fasilitas produksi ada kemungkinan sudah penuh
tidak ada tempat lagi untuk tambahan peralatan.
1.
Kurangnya komitmen manajemen puncak
2.
Adanya keengganan untuk berubah baik secara individu
maupun organisasi
3.
Lemahnya komunikasi internal
4.
Pelaksanaan organisasi yang kaku
5.
Birokrasi, terutama dalam pengumpulan data.
6.
Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi.
7.
Kurangnya pelatihan kepada sumberdaya manusia mengenai
Produksi Bersih.
Manfaat penerapan Produksi Bersih, antara lain
:
1.
Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya
alam.
2.
Mengurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan
lingkungan
3.
Mengurangi atau mencegah terbentuknya pencemar
4.
Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke
media lain
5.
Mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan
6.
Memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen
lingkungan pada ISO 14000
7. Memberikan
keunggulan daya saing di pasar domestik dan internasional.
Saat ini
terdapat dua mekanisme yang mendorong terjadinya pendekatan baru dalam hal
perdagangan global, yaitu pertama, adanya kekuatan konsumen yang makin
meningkat dan makin besarnya rasa solidaritas lingkungan terhadap produk yang
dibelinya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam pengadaannya, seperti ecolabel atau green label yang menandai bahwa produk tertentu diproduksi melalui
Produksi Bersih. Kedua, sejak awal tahun tujuh puluhan sampai pertengahan
delapan puluhan, industri menghadapi penegakan hukum yang konsisten disertai
Pengusaha juga perlu
mempertimbangkan perspektif konsumen mengenai produknya, seperti citra positif
yang diperoleh dengan mendapatkan sertifikasi ekolabel dan ISO 14000. Sebagian konsumen mempunyai pertimbangan yang luas dalam setiap
melakukan tindakan berkonsumsi. Mereka tidak hanya memperhatikan mutu,
penampilan, harga, garansi ataupun pelayanannya saja, melainkan juga akan mempertimbangkan beberapa masalah baru. Pertama, masalah ekologi, yang berkaitan dengan
adalah ada tidaknya unsur pencemaran atau perusakan lingkungan mulai dari
pengadaan bahan
Sikap
Tekad
pemerintah untuk melaksanakan Produksi Bersih ini kemudian dicanangkan pada tahun 1995 sebagai komitmen
nasional bagi kalangan industri dan pengusaha untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
Sebagai tindak lanjutnya pada tahun 1996 kemudian telah
disusun suatu Rencana Pelaksanaan Kegiatan Produksi Bersih yang mencakup arahan
pelaksanaan Produksi Bersih pada seluruh sektor kegiatan. Pola ini dilakukan melalui kegitan bantuan teknis, pengembangan
sistem informasi, peningkatan kesadaran dan pelatihan serta pengembangan sistem
insentif. Selanjutnya program-program Produksi Bersih dilaksanakan
sejalan dengan program-program lain yang dapat mendorong penerapan Produksi Bersih
seperti label lingkungan (environmental
labelling) dan Sistem Manajemen Lingkungan (environmental management system) melalui kerjasama dengan instansi
terkait misalnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pada hakekatnya, pemasaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Persoalannya, kebutuhan konsumen dalam era globalisasi ini tidak
hanya sekedar memenuhi kebutuhan untuk hidup saja, tetapi juga kebutuhan untuk
menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup mereka. Itulah
sebabnya kepedulian konsumen akan lingkungan yang
semakin meningkat ini perlu diantisipasi oleh semua pihak. Dengan adanya
integrasi Produksi Bersih dengan strategi pemasaran produk maka banyak
manfaat yang dapat diperoleh bagi semua pihak (win-win situation). Misalnya,
bagi usaha ekspor, upaya mengintegrasikan penerapan Produksi Bersih dengan strategi pemasaran akan membuat
produk dan atau jasanya telah memenuhi persyaratan tertentu sehingga dapat
dikatakan sebagai produk/jasa yang akrab dengan lingkungan. Dengan
demikian produknya dapat diterima oleh konsumen internasional.
STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
1.
Produksi Bersih dipertimbangkan pada tahap sedini
mungkin dalam pengembangan proyek-proyek
baru, atau pada saat mengkaji proses dan/atau aktivitas yang sedang berlangsung
2.
Semua pihak turut bertanggung jawab dan terlibat dalam
program dan rencana tindakan Produksi Bersih dan bekerjasama untuk
mengharmonisasikan pendekatan-pendekatan Produksi Bersih.
3.
Agar Produksi Bersih dapat dilaksanakan secara
efektif, semua pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, instrumen
ekonomi maupun upaya sukarela harus dipertimbangkan.
4.
Program Produksi Bersih menekankan pada upaya
perbaikan yang berlanjut.
5.
Produksi Bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur
hidup suatu produk
6.
Produksi Bersih menjadi salah satu elemen inti dari
sistem manajemen lingkungan, seperti pada ISO 14001.
7.
Produksi Bersih dilaksanakan agar tercapai daya saing
yang lebih besar di pasar domestik maupun internasional melalui peningkatan
efisiensi dan perbaikan struktur biaya.
Saat ini, penerapan Produksi Bersih telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism (CDM) yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir, dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Selain itu, negara-negara maju khususnya yang tergabung dalam JI (Joint Implementation) harus membantu negara-negara berkembang dalam penerapan CDM. Dengan membantu penerapan CDM tersebut, negara maju dapat memperoleh unit pengurangan emisi (Emission Reduction Unit/ERU) dan sertifikasi pengurangan emisi (Certified Emission Reduction/CER) dari penerapan CDM tersebut, serta peningkatan jatah emisinya di dalam negeri melalui perdagangan emisi. Bagi negara berkembang, kerjasama ini dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan. Itulah sebabnya mengapa CDM dapat diterima oleh banyak negara, karena dinilai fleksibel dan mampu mengendalikan pencemaran lingkungan (Murdiyarso, 2003).
Secara umum untuk menerapkan Produksi Bersih, diperlukan pelembagaan Produksi Bersih sebagai prioritas pada semua aktivitas, dengan cara :
1.
Memasukkan konsep Produksi Bersih ke dalam
perundang-undangan, peraturan dan kebijakan nasional.
2.
Mengintegrasikan Produksi Bersih ke dalam kebijakan
dan program departemen sektoral dan pemerintah daerah, diantaranya dengan
meneliti peluang untuk memberikan insentif dalam rangka promosi untuk
pelaksanaan Produksi Bersih.
3.
Menetapkan komite nasional Produksi Bersih yang
bertugas untuk mengembangkan, melaksanakan strategi dan merencanakan Produksi
Bersih, kemudian komite ini akan memantau
perkembangannya dan melaporkan kepada presiden mengenai kinerja Produksi
Bersih.
4.
Mempercepat usaha penerapan Produksi Bersih secara
nasional, berarti memfasilitasi diterimanya Produksi Bersih oleh semua pihak,
dan ini akan diperkuat dengan diratifikasinya Protokol
Kyoto.
5.
Mengidentifikasi peluang dan mengembangkan kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang Produksi Bersih dan mendorong pelaksanaan
Produksi Bersih yang bersifat operasional untuk semua aktivitas.
6.
Mengembangkan program pendidikan dan latihan Produksi
Bersih untuk semua pihak.
7.
Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam
upaya mengintegrasikan konsep Produksi Bersih, baik bantuan teknis maupun
pendanaan.
8.
Pengembangan penggunaan instrumen ekonomi untuk
mendukung dilaksanakannya Produksi Bersih, mengingat Produksi Bersih perlu
dirancang menarik agar dapat meningkatkan partisipasi semua pihak, seperti
pemberian insentif.
Sistem
Insentif dalam Produksi Bersih
Penggunaan
instrumen ekonomi untuk menangani masalah lingkungan dapat pula menjadi sumber
pendanaan bagi upaya pengelolaan lingkungan itu sendiri. Diterapkannya prinsip “pencemar membayar” (polluter pays principles) secara konsisten akan
menjadi alat yang efektif untuk pencegahan pencemaran (Campbell & Glenn,
1982). Dengan demikian
penggunaan instrumen ekonomi dan sistem insentif dapat mendorong kalangan dunia
usaha untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan. Namun
perlu pula diingat bahwa instrumen ekonomi bukanlah satu-satunya alat pendorong
bagi dunia usaha untuk memperhatikan masalah lingkungan. Penilaian masyarakat dan
perilaku konsumen dapat pula menjadi faktor pendorong untuk menerapkan
upaya-upaya pengelolaan lingkungan.
Penilaian masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk pemberian penghargaan
terhadap kinerja lingkungan suatu kegiatan usaha.
Contohnya adalah penghargaan masyarakat terhadap produk dan jasa yang
telah memiliki ekolabel akan berbeda dengan produk dan
jasa yang belum memperoleh ekolabel.
Pengertian insentif dalam
Produksi Bersih adalah suatu bentuk dukungan yang mampu mendorong upaya
penerapan Produksi Bersih, sedangkan disintensif adalah pencabutan dukungan
ataupun ditiadakannya penghargaan baik dalam bentuk ekonomi atau penghargaan
lainnya kepada suatu perusahaan, baik industri atau jasa karena tidak
diterapkannya Produksi Bersih. Sistem intensif dan disinsentif dalam penerapan Produksi Bersih
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mempercepat penerapan
Produksi Bersih secara nasional. Jenis-jenis insentif yang dikembangkan di
1.
Insentif
Ekonomi, melalui penggunaan instrumen ekonomi seperti:
·
Pengembangan sistem ekolabel
·
Pemberian pinjaman lunak dan pembebasan bea untuk
pembelian peralatan teknologi akrab lingkungan
·
Penurunan pajak langsung dan tidak langsung
2.
Insentif
Penghargaan, yang merupakan faktor yang memacu peningkatan kinerja.
3.
Insentif
Informasi, yang dapat dilakukan dengan:
·
Memfasilitasi diterimanya strategi Produksi Bersih di
seluruh kalangan
·
Mengidentifikasi peluang dan mengembangkan kegiatan
penelitian dan pengembangan Produksi
Bersih
·
Mengembangkan program pendidikan dan latihan Produksi
Bersih
·
Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam
upaya mengintegrasikan konsep Produksi Bersih
Beberapa pengaruh terhadap pemberian insentif dalam penerapan Produksi Bersih dapat dilihat sebagai contoh berikut:
1.
Pelaksanaan insentif melalui instrumen ekonomi umumnya
tingkat keberhasilannya tinggi sebab langsung berkaitan dengan kegiatan
ekonomi. Dalam dunia industri dan jasa
tidak mengherankan bila pelaksanaan insentif melalui instrumen ekonomi apakh
itu pembebasan bea masuk, pengurangan pajak tentunya
akan mendorong penerapan Produksi Bersih.
2.
Pengaruh insentif penghargaan terhadap industri dan jasa
menandakan bahwa penerapan Produksi Bersih pada perusahaan dapat merubah
pandangan masyarakat menjadi lebih “prestisius”,
sehingga upaya ini diharapkan dapat medorong industri dan jasa lainnya untuk
menerapkan Produksi Bersih.
3.
Pengaruh pemberian informasi tentang penerapan
Produksi Bersih sangat terasa pada saat pemberian kursus atau pelatihan tentang
Produksi Bersih. Demikian pula banyaknya
permintaan mengenai proyek percontohan tentang penerapan Produksi Bersih sangat
banyak sekali. Untuk itulah insentif
informasi dapat mendukung penyebarluasan konsep dan penerapan Produksi Bersih.
DAFTAR
PUSTAKA
Bapedal, 1995. National Commitment
to Implement a
Clearner Production Strategy
in
Bratasida, L. 1997. Kebijakan Nasional tentang Produksi Bersih. Bapedal,
Djajadiningrat,
Murdiyarso, Daniel. 2003. CDM :
Mekanisme Pembangunan Bersih. Penerbit Buku Kompas,
Overcash, MR. 1986. Techniques for Industrial
Pollution Prevention. Lewis Publishers,