© 2003 Sri Widowati
Posted
Makalah Pribadi
Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian
Desember 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
PROSPEK TEPUNG SUKUN
UNTUK BERBAGAI PRODUK MAKANAN OLAHAN DALAM UPAYA MENUNJANG DIVERSIFIKASI PANGAN
Oleh:
Peran strategis sektor pertanian antara lain yaitu menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk
Ditinjau dari
potensi sumberdaya wilayah, sumberdaya alam
Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar yang saat ini dianggap paling rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Melalui penataan pola makan
yang tidak tergantung pada satu sumber pangan, memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional.
Masalah pangan dalam negeri tidak lepas dari persoalan beras dan terigu. Meski di beberapa wilayah, penduduk masih mengkonsumsi pangan alternatif gaplek, beras jagung, sagu ataupun ubi jalar, tetapi fakta menunjukkan bahwa terigu lebih adaptif dan adoptif daripada pangan domestik tersebut. Gejala ini bukan saja bagi golongan menengah ke atas, tetapi kalangan bawah pun sudah terbiasa menyantap mei, jajanan, roti atau kue yang semua berbasis terigu (Sadjad, 2000).
Belajar dari kenyataan di atas, teknologi tepung campuran (tepung komposit) tampaknya cukup prospektif sebagai pendorong diversifikasi pangan. Pendekatan ini tentu saja tidak sesederhana yang dibayangkan, melainkan tetap memerlukan berbagai pengkajian. Sebagai contoh, pencampuran bahan membawa konsekuensi perubahan karakter bahan dan perubahan mutu produk pangan. Preferensi dan budaya makan daerah yang sangat beragam merupakan modal dasar sebagai acuan bentuk pangan yang berdiversifikasi.
Sumber karbohidrat dari buah-buahan masih relatif tertinggal pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan pangan sumber karbohidrat asal serealia dan umbi-umbian. Salah satu jenis buah-buahan yang potensial dikembangkan sebagai sumber karbohidrat ialah sukun ( Artocarpus commuris) (Heyne, 1987).
Tanaman sukun berasal dari daerah New Guinea Pasifik yang
kemudian dikembangkan didaerah
Permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan umbi-umbian dan buah-buahan sebagai sumber karbohidrat jauh lebih kompleks dibandingkan dengan serealia (beras). Masalah utama yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Harga per unit volume, bila dibandingkan dengan beras lebih rendah. Hal ini menyebabkan beaya penanganan , transportasi dan penyimpanan relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan beras.
Berdasarkan kandungan karbohidrat dan nilai gizinya,
buah sukun dapat digunakan sebagai sumber pangan lokal. Dengan beberapa cara pengolahan, buah sukun dapat digunakan untuk menunjang
ketahanan pangan. Penganeka ragaman konsumsi pangan bukanlah
merupakan upaya yang mudah dan cepat dinilai keberhasilannya. Perilaku konsumsi
pangan yang sudah terpola pada masyarakat
Produksi buah sukun dapat mencapai 50-150 buah/tanaman Produktivitas tanaman tergantung daerah dan iklimnya. Paling sedikit setiap tanaman dapat menghasilkan 25 buah dengan rata-rata 200-300 buah per musim. Untuk setiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sukun sebanyak 16-32 ton. Budidaya tanaman sukun secara monokultur jarang dilakukan. Umumnya pohon sukun ditanam sebagai tanaman pinggiran, untuk penghalang angin, atau kadang – kadang sebagai pelindung tanaman kopi. Musim panen sukun biasanya dua kali setahun, yaitu bulan Januari – Pebruari dan Juli – September (Alrasjid, 1993).
Pohon sukun tersebar luas diseluruh
Tabel 1. |
Produktivitas buah-buahan dan umbi-umbian di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan Tahun 2000. |
No |
Komoditas |
Luas panen |
Produktivitas |
Produksi (ton) |
1. |
||||
|
- Sukun |
40 pohon |
0,05 t/phn |
2,0 |
|
- Pisang |
337.352 pohon |
0,03 t/phn |
10,121 |
|
- Labu |
- ha |
- t/ha |
- |
2. |
||||
|
- Ubijalar |
555,8 ha |
7,8 t/ha |
4335,24 |
|
- Ubikayu |
7.924,2 ha |
11,5 t/ha |
91,124 |
Sumber: Dinas Pertanian
Kabupaten Bulukumba (1999).
Tabel 2. |
Produktivitas buah-buahan dan umbi-umbian di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, Tahun 2000. |
No |
Komoditas |
Luas panen |
Produktivitas |
Produksi (ton) |
1. |
||||
|
- Sukun |
542 pohon |
0,15 t/phn |
81,50 |
|
- Pisang |
123.433 pohon |
0,03 t/phn |
3.260,30 |
|
- Labu |
36 ha |
1,1 t/ha |
39,00 |
2. |
||||
|
- Ubijalar |
243 ha |
10,4 t/ha |
2.535,81 |
|
- Ubikayu |
312 ha |
26,8 t/ha |
8.354,37 |
Sumber: Dinas Pertanian
Kabupaten Barru (2001).
Buah sukun telah lama dimanfaatkan
sebagai bahan pangan. Di daerah
Buah sukun mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin cukup tinggi. (Tabel 3). Setiap 100g buah sukun mengandung karbohidrat 27,12 g, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium 490 mg dan nilai energi 108 kalori (Tabel 4). Dibandingkan dengan beras, buah sakun mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga dapat digunakan untuk makanan diit.
Tabel 3. Kandungan kimia buah sukun per 100 g bahan.
Nutrisi |
Mineral |
Vitamin |
Lemak |
Asam Amino |
Air 70,65 g Energi 103 cal Total lemak 1,07 g Karbohidrat 27,12 g Serat 4,9 g Ampas 0,93 g |
Kalisium (Ca) 17 mg Besi (Fe) 0,54 mg Magnesium (Mg) 25 mg Potasium (K) 490 mg Seng (Zn) 0,12 mg Tembaga
(Cu) 0,084 mg Mangan (Mn)
0,06 mg Selenium 0,6 mg |
Vit C 29 mg Thiamin 0,11 mg Riboflamin 0,03 mg Niacin 0,9 mg As. Pantothenic 0,457 mg Vit. B6 0,1 mg Folate 14 mcg Vit B12 0 mcg Vit a 40 Iu Vit A RE 4 mcg RE Vit E 1.12 mg ATE |
Asam lemak jenuh Unsaturated 0,048 g Asam lemak tak jenuh Monounsaturated
0,034 g Asam lemak tak jenuh polyunsaturated 0,066 g |
Theonine 0,052 g Isoleucine 0,064 g Lysine 0,037 g Methionine 0,01 g Cystine 0,009 g Phenylalanine 0,026 g Tyrosine 0,019 g Valine 0,047 g |
Tabel 4. Kandungan vitamin dan mineral sukun, beras, jagung, singkong, ubijalar
Komposisi |
Sukun Muda |
Sukun Tua |
Beras giling |
Jagung kuning |
Sing-kong |
Talas |
Terigu |
Ubi merah |
Kentang Hitam |
Energi
(kalori) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat
(g) Serat (g) Abu (g) Kalsium
(g) Fosfor
(g) Besi (g) Vitamin
B1 (mg) Vitamin
B2 (mg) Vitamin
C (mg) |
46 87,1 2,0 0,7 9,2 2,2 1,0 59 46 - 0,12 0,06 21 |
108 69,3 1,3 0,3 28,2 - 0,9 21 59 0,4 0,12 0,06 17 |
349 13,0 6.8 0,7 78.9 - - 10 140 0,8 0,12 0 0 |
317 24.0 7,9 3,4 63,6 - - 9 148 2,1 264 0,33 0 |
158 60 0,8 0,3 37,9 - - 33 40 0,7 230 0,06 0 |
104 73 1,9 0,2 23,7 - - 38 61 1,0 6 0,13 4 |
357 12 8,9 1,3 77,3 - - 16 106 1,2 0 0,12 0 |
125 68,5 1,8 0,7 27,9 - - 49 0,7 0,7 2310 0,09 20 |
142 64,0 0,9 0,4 33,7 - - 34,0 75,0 0,2 0 0,02 38 |
Sumber:
Anonim, (1992).
Potensi Sukun sebagai Pangan
Fungsional
Sekitar 2500 tahun yang lalu,
Hipocrates mengungkapkan makanlah makanan karena dia obat dan obat itu
terkandung dalam makanan (Hasler, 1998). Pada
tahun 1980 an istilah pangan fungsional diperkenalkan di Jepang. Pangan
fungsional ialah suatu bahan pangan yang apabila dikonsumsi akan
menyehatkan badan karena mengandung zat gizi atau bioaktif, baik adanya secara
alami maupun ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya bayak sekali potensi pangan alami kita yang perlu digali pemanfaatan
dan fungsinya secara lebih mendalam.
Buah-buahan dan sayuran merupakan bahan pangan yang mempunyai indeks glikemik (IG) rendah, yaitu 23-70 (Marsono, et al, 2002). Bahan pangan yang mempunyai IG rendah berpotensi sebagai penurun gula darah. Buah-buahan diketahui mengandung komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk berbagai pencegahan dan pengobatan penyakit kronis, termasuk Diabetes Mellitus. Komponen bioaktif buah-buahan yang diduga mempunyai aktivitas hipoglikemik antara lain: alkaloid, glikosida, galaktomanan, polisakarida, peptidoglikan, glikopeptida, terpenoid, asam-asam amino, dan ion an-organik (Jachak, 2002; Grover et.al., 2002).
Dalam falsafah penyembuhan tradisional, salah satu sumber yang
dianut dalam mencari bahan obat-obatan
antara lain, mencari lawannya. DM berkaitan dengan keberadaan gula, atau
rasa manis, maka bahan
alam yang dicoba untuk diekstrak yang
mempunyai kecenderungan pahit. Salah satu yang secara empiris digunakan di
masyarakat ialah buah pare. Selain itu, beberapa jenis buah
yang diduga mempunyai IG rendah juga perlu dipelajari lebih lanjut.
Berdasarkan asumsi tersebut maka jenis buah-buahan yang diduga potensial
menurunkan gula darah yaitu: Pare (Momordica
charanthia), Mangga (Mangifera indica), Arbei (Fragaria vesca), Bengkuang (Pachyrrhi-userosus), Labu kuning (Cucurbita moschata), Salak (Zalacca
edulis), Sukun (Artocarpus altilis),
Pala (Myristica fragrana), Jambu biji (Psidium guajava), Belimbing (Averrhoa
balimbi), Mengkudu (Morinda
citrifolia), Jambu mete (Anacardium
occidentale), Sawo (Achras zapota)
Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan/atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir). (Widowati dan Damardjati, 2001).
Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%), buah sukun berpeluang untuk diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan terigu sampai 50 hingga 100% tergantung jenis produknya. .
Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya warna coklat saat diproses menjadi tepung. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada tepung yang dihasilkan, usahakan sesedikit mungkin terjadinya kontak antara bahan dengan udara. Caranya yaitu dengan merendam buah yang telah dikupas dalam air bersih, dan menonaktifkan enzim dengan cara diblansir yaitu dikukus . Lama pengkukusan tergantung sedikit banyaknya bahan, berkisar antara 10-20 menit. Tingkat ketuaan buah juga sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum, (Widowati, et.al. 2001).
Bobot kotor
buah sukun berkisar
antara 1200-2500 g, rendemen daging
buah 81,21%. Dari total berat daging
buah setelah disawut dan dikeringkan menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11 - 20% dan
menghasilkan rendemen tepung sebesar 10 - 18%, tergantung tingkat ketuaan dan
jenis sukun. Pengeringan sawut sukun menggunakan alat pengering sederhana berkisar antara 5-6 jam dengan suhu
pengeringan 55-60oC. Bila pengeringan dengan sinar matahari lama
pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang cerah, lama pengeringan sekitar 1 - 2 hari.
Tabel 5. Rendemen produk tepung sukun
Komponen yang diamati |
Rendemen |
Berat sukun kotor Daging buah Kulit buah Hati buah Chip/sawut kering Tepung |
1200-2000 g 81,21% 18,79% 9,09% 11,01% 10,70% |
Tepung sukun
mengandung 84,03% karbohidrat, 9,90%
air, 2,83% abu, 3,64% protein dan 0,41% lemak. Tabel 4 menunjukkan bahwa
kandungan protein tepung sukun lebih
tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung pisang dan tepung
haddise (Widowati,
et.al., 2001)
Tabel 6 : Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan.
Komoditas |
Kadar (%) |
||||
Air |
Abu |
Protein |
Lemak |
Karbohidrat |
|
Pisang Sukun Labu kuning Haddise Ubikayu Ubijalar |
10,11 9,09 11,14 9,32 7,80 7,80 |
2,66 2,83 5,89 6,62 2,22 2,16 |
3,05 3,64 5,04 2,67 1,60 2,16 |
0,28 0,41 0,08 0,08 0,51 0,83 |
84,01 84,03 77,65 81,32 87,87 86,95 |
Sumber: Widowati, et.al., (2001)
Penerapan teknologi pengolahan baik sederhana maupun modern dapat
meningkatkan citra sumber pangan lokal. Selama ini
bahan pangan tersebut sering disebut bahan alternatif pengganti beras (sebagai
sumber karbohidrat/kalori), sehingga mengandung pengertian kelas dua. Padahal dengan sentuhan teknologi yang
memadai bahan-bahan tersebut dapat digunakan sebagai pendamping nasi (sebagai
makanan pokok), makanan kudapan (snack food) baik tradisional maupun dengan
teknologi modern (Indrasari, et.al., 2000). Komponen bahan dan fungsinya dalam pembuatan
aneka produk makanan diuraikan dibawah ini.
Kue-kue tradisional biasa diolah dengan cara dikukus, dipanggang maupun digoreng. Dalam pembuatan kue-kue tradisional, sebelum digunakan sebaiknya tepung komposit diayak terlebih dahulu. Bila menggunakan bahan pengembang seperti baking powder maka dapat dicampurkan pada tepung komposit lalu diayak bersama-sama, selanjutnya telur dan gula dikocok hingga kental atau berwarna putih. Setelah itu masukkan tepung komposit sedikit demi sedikit dan diaduk menggunakan sendok kayu. Tambahkan margarin cair atau santan matang yang telah dingin, aduk hingga rata. Kue-kue tradisional biasanya menggunakan santan sebagai pengganti margarin atau mentega sebagai sumber lemak. Tahap terakhir, adonan dituangkan kedalam cetakan, kemudian siap dikukus (misal: Putu Ayu) atau dipanggang (misal: Pukis). Bisa juga adonan dibungkus dengan daun pisang sebelum dikukus (misal: Barongko).
Kue Basah
Kue basah atau cake merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, shortening/lemak dan telur, yang membutuhkan pengembangan gluten. Untuk pengembangan gluten biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan emulsi komplek air dalam minyak. Lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel tepung terlarut. Kue basah dapat dibuat dengan cara dikukus atau dipanggang.
Umumnya kue basah terbuat dari terigu karena mengandung protein pembentuk gluten yang bersifat elastis dan dapat menahan gas karbondioksida hasil proses peragian atau fermentasi. Oleh karena itu semua bentuk olah cake maupun roti perlu ditambahkan terigu sebagai sumber gluten. Penggunaan tepung kasava atau tepung sukun dalam campuran tepung komposit berkisar antara 50-100%. Jenis-jenis kue basah yang menggunakan campuran coklat dan gula merah seperti lapis legit, bolu spekoek, ontbijtkoek dapat menggunakan tepung kasava maupun tepung sukun hingga 100%. Namun secara umum penggunaan tepung sukun untuk kue basah rata-rata sebesar 50%. Terigu yang digunakan sebagai campuran tepung komposit sebaiknya yang mengandung protein atau gluten yang cukup tinggi sehingga dapat membantu volume pengembangan produk cake.
Gula yang baik dipakai untuk pembuatan cake adalah jenis gula kastor (30-80 mesh). Fungsi gula untuk melunakkan cake, mengikat udara yang terperangkap ketika pembuatan adonan, menjaga kelembaban cake dan memberi rasa manis.
Shortening atau lemak yang umum dipakai adalah mentega atau margarin. Fungsi lemak ialah untuk melindungi tepung sehingga tidak menyerap terlalu banyak air, sehingga pada waktu pemanggangan ketika CO2 lepas dan gelatinisasi pati menghasilkan pori-pori yang seragam. Menarik udara ketika pembuatan adonan berlangsung yaitu dengan bantuan gula. Memperbaiki tekstur dan palatabilitas atau citarasa cake. Menghambat laju penguapan air sehingga membuat cake tetap kelihatan basah dan segar untuk waktu yang cukup lama.
Telur sebagai komponen utama pembentuk struktur cake juga berfungsi untuk menjaga kelembaban cake, mengikat udara selama pencampuran adonan, meningkatkan nilai gizi, memberi warna dan sebagai emulsifier karena mengandung lecithin. Jenis susu yang digunakan dalam pembuatan cake adalah susu skim atau susu kental manis dan berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memperkaya flavour dan rasa, memperkuat gluten, mencegah penguapan air sehingga dapat menjaga kelembaban cake.
Garam digunakan untuk mempertegas rasa sedangkan air digunakan untuk mengembangkan gluten dan mengatur konsistensi adonan. Buah dan kacang-kacangan digunakan sebagai pengisi, pemberi flavour dan rasa tertentu. Contohnya, kismis, kulit jeruk, almond, kelapa, kacang mete, dan lain-lain. Flavour terdiri dari flavour alami dan sintesis.
Bahan tambahan atau aditif terdiri dari pengembang dan emulisfier.
Pengembang berguna untuk mengembangkan volume cake dan keseragaman
Tahap pembuatan adonan dimulai dengan pengayakan tepung komposit, pengocokan telur dan gula hingga mengembang, penambahan tepung komposit, penambahan margarin, penuangan kedalam cetakan kemudian pengukusan atau pemanggangan. Pada adonan, udara lebih terikat pada lapisan lemak daripada air, tetapi pada suhu 37-40OC, udara bergerak dari lapisan lemak ke lapisan air. Pada pertengahan proses pemanggangan, seluruh udara terikat pada lapisan air yang sudah mengental. Akhirnya pada tahap akhir pemanggangan, struktur cake terbentuk akibat panas yang menyebabkan terkoagulasinya protein telur dan gelatinisasi pati. Beberapa produk kue basah ada yang menggunakan campuran tepung pati seperti tapioka/aci (pati ubikayu), maizena (pati jagung) atau pati ubi jalar (masih jarang digunakan) yang berfungsi melembutkan produk cake yang dihasilkan.
Kue Kering
Kue
kering atau cookies dibuat dengan cara dipanggang atau digoreng. Bahan
Tepung
merupakan bahan
Bahan pengembang yang digunakan untuk pembuatan kue kering yaitu bahan pengembang kimia yaitu soda kue. Pada soda kue yang menghasilkan gas karbondioksida adalah sodium bikarbonat. Keuntungan penggunaan soda kue adalah harga murah, kurang beracun, mudah penanganannya, relatif tidak berasa/terasa pada produk akhir serta tingkat kemurniannya tinggi.
Shortening sebagai sumber lemak dalam produk kue kering berguna untuk memberikan rasa berlemak dan keempukan pada produk, memperbaiki eating quality produk, menambah flavor, berperan sebagai emulsifier dan membantu pengembangan lapisan-lapisan pada produk.
Fungsi telur untuk pembuatan kue kering ialah sebagai bahan pengembang, menambah flavor dan rasa gurih, membantu penyusutan adonan sehingga mudah ditangani dan menambah nilai gizi. Telur mempunyai reaksi mengikat sehingga bila digunakan dalam jumlah banyak, maka kue kering lebih mengembang daripada melebar. Adonan yang menggunakan putih telur mengakibatkan kue kering yang dihasilkan mempunyai tekstur lebih keras dan sebaliknya bila digunakan lebih banyak kuning telur.
Fungsi susu dalam pembuatan kue kering yaitu untuk memberikan warna kerak yang menarik, memberikan flavor yang spesifik, meningkatkan penyerapan air dan kemampuan menambah gas dalam adonan serta menambah nilai gizi. Umumnya digunakan susu bubuk, sebab susu segar cenderung membuat adonan menjadi keras. Air mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pembuatan produk kue kering yaitu membantu pembentukan gluten bila menggunakan tepung terigu, mengendalikan suhu adonan, melarutkan bahan-bahan dan membantu proses gelatinisasi pati.
Pada dasarnya proses pembuatan kue kering dibagi menjadi 3 yaitu proses pencampuran, pencetakan dan pemanggangan. Salah satu tahapan yang paling penting dalam pembuatan kue kering ialah proses pencampuran. Adonan diaduk agar semua bahan dapat tercampur sehomogen mungkin. Salah satu metode pencampuran disebut metoda creaming yaitu susu,shortening, gula, garam dan soda kue dicampur bersama-sama dan diaduk sampai homogen, ditambah air dan telur bila diperlukan, baru kemudian tepung komposit dimasukkan ke dalam adonan tersebut dan diaduk sampai homogen dengan kecepatan putaran rendah. Pada proses ini terjadi penyerapan air oleh tepung sehingga dihasilkan adonan yang liat. Fungsi yang paling penting dari proses pencampuran ini ialah perlakuan untuk menghasilkan adonan yang mempunyai sifat-sifat penanganan yang memuaskan dan mampu diproses menjadi produk akhir yang berkualitas tinggi. Proses pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh produk kue kering dengan bentuk yang seragam dan meningkatkan daya tarik atau penampilan. Biasanya dikerjakan secara manual yaitu dengan pisau pemotong, sendok kecil atau cetakan cetakan kue kering.
Beberapa kejadian penting yang terjadi selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi protein, gelatinisasi pati dan penguapan air. Untuk memperoleh hasil pemanggangan yang baik, kue kering sebaiknya dikeluarkan dari oven sewaktu masih dalam keadaan lembek, pemanggangan dilanjutkan diatas loyang yang masih panas diluar oven. Suhu pemanggangan kue kering sekitar 140-200OC.
R o t i
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan roti tawar biasanya ialah terigu, yeast, air, gula, garam, shortening dan susu. Terigu merupakan bahan utama yang biasa digunakan untuk pembuatan roti tawar. Keistimewaan tepung ini mengandung gluten yang cukup tinggi yaitu sekitar 80% dari total proteinnya. Gluten ini mempunyai sifat viskoelastisitas yang unik bila dibasahi dengan air. Dalam pembuatan roti, gluten sangat dibutuhkan agar roti yang dihasilkan dapat mengembang karena berperan dalam membentuk struktur dan pengembangan produk roti. Adanya penambahan bahan protein atau komponen lain dalam jumlah yang tinggi akan merusak sifat unik dari gluten.
Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk roti seperti roti tawar maupun roti manis hanya berkisar antara 10-20%, karena memerlukan daya mengembang yang tinggi. Tiadanya gluten pada protein tepung sukun menyebabkan tidak tergantikannya peran seluruh komponen terigu. Oleh karena itu dalam pembuatan roti sebaiknya digunakan terigu bergluten tinggi,yang termasuk jenis strong flour. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung sukun pada pembuatan roti tawar hanya berkisar antara 10-20%.
Yeast yang digunakan dalam pembuatan roti berperan untuk menghasilkan enzim-enzim yang mampu mengkatalisis reaksi-reaksi dalam fermentasi. Enzim-enzim yang dihasilkan ialah invertase, maltase dan zimase. Selanjutnya yeast mampu menghasilkan gas karbondioksida, diperangkap oleh gluten dan akibatnya adonan roti sudah mengembang pada saat fermentasi. Air berperan dalam melarutkan bahan, membantu aktifitas yeast, membantu pembentukan gluten, membantu gelatinisasi pati serta menghasilkan uap air yang membantu pada saat fermentasi.
Susu digunakan untuk memberikan flavor yang spesifik serta pembentukan warna pada kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasikan oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai gizi roti sebab mengandung protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti biasanya digunakan susu skim. Fungsi pemakaian gula terutama untuk substrat yeast, mempertahankan kelembaban, memperpanjang kesegaran roti, meningkatkan nilai gizi roti serta berperan dalam pembentukan warna kulit roti.
Garam berperan dalam memperbaiki flavor roti, memperkuat gluten, mengendalikan aktifitas yeast serta menghambat kontaminan. Shortening berfungsi untuk mengembangkan, memberi rasa enak, melunakkan tekstur dan memberi rasa lembut. Shortening dapat berupa lemak atau minyak.
Pada pembuatan roti tawar terdapat tiga tahapan penting yaitu pembuatan adonan, fermentasi dan pemanggangan. Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampur bahan-bahan yang diperlukan, kemudian dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk membantu aktifitas gluten dan agar seluruh bahan dapat tersebar merata dalam adonan yang terbentuk. Tahap fermentasi bertujuan untuk menghasilkan gas dari enzim yang terdapat didalam yeast. Suhu optimum untuk fermentasi adonan adalah 25-30OC. Sedang pada pemanggangan, mula-mula adonan akan mengalami pelepasa gas karbondioksida, pengambilan gas yang terbentuk pada tahap fermentasi serta berlangsungnya aktifitas yeast sampai akhirnya mati pada suhu 60OC. Pemanggangan roti biasanya dilakukan antara suhu 220-250OC.
Dalam proses pembuatan roti, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Gunakan ragi yang bagus atau “hidup”, butirannya utuh dan baunya harum. Uleni adonan selama kurang lebih 15 menit. Semakin lama adonan terkena panas tangan saat diuleni, tekstur roti makin lembut. Adonan dikatakan kalis bila sudah tidak lengket ditangan. Ambil sedikit adonan, jika ditarik ke atas dan ke bawah tidak putus berarti sudah kalis. Adonan diletakkan ditempat hangat agar lebih cepat mengembang.
Mie
Mie merupakan makanan khas negeri Cina. Rasanya yang hambar membuat bahan makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai selera pembuatnya. Mie biasanya dibuat dari adonan terigu, air, garam, telut dan minyak. Adonan mie lebih sering dibuat dengan mencampur air khi/kansui atau lebih dikenal dengan air abu. Yang harus dipertimbangkan dalam memilih terigu terutama adalah kadar protein dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi erat dengan jumlah gluten, sedangkan kadar abu erat dengan kualitas mie yang dihasilkan. Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk mie hanya berkisar antara 10-20%. Bila lebih dari 20%, produk mie akan mudah patah sewaktu dimasak karena tidak mengandung gluten. Fungsi terigu ialah untuk membentuk struktur karena gluten bereaksi dengan karbohidrat dan sebagai sumber karbohidrat dan protein.
Air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan mutu air untuk industri baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Secara umum, air minum dapat digunakan untuk pembuatan mie. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal dari gluten.
Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl. Fungsi garam antara lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dan mengikat air. Air abu/air khi/kansui dipakai sejak dahulu sebagai bahan alkali untuk membuat mie. Komponen utamanya yaitu K2CO3, NaCO3 dan KH2PO4. Fungsi
pemberian air abu yaitu untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur dan meningkatkan sifat kenyal.
Telur berfungsi untuk mempercepat penyerapan air pada terigu, mengembangkan adonan dan mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng. Bila menggunakan bahan pengembang seperti soda kue, maka berfungsi untuk mempercepat pengembangan adonan, memberikan kemampuan dalam memperbesar adonan serat, mencegah penyerapan minyak dalam penggorengan mie.
Cara membuat mie sangat sederhana yaitu dengan mencampur tepung komposit, air, garam dan telur kemudian adonan diuleni hingga kalis dan bias dipulung. Setelah itu dilakukan pencetakan lembaran yang diulang hingga berbentuk lembaran halus dengan menggunakan alat penggiling mie dan dilanjutkan dengan pencetakan mie. Setelah itu sebelum dimasak lebih lanjut, mie dikukus selama 10 menit atau direbus dalam air mendidih selama 2-3 menit hingga matang.
Untuk pembuatan mie skala rumah tangga, mie dapat dibuat dengan alat pembuat mie yang kecil dengan harga yang tidak terlalu mahal. Sedangkan untuk skala besar, alat yang dipakai juga besar. Adonan mie yang sudah kalis dimasukkan dalam gilingan dan diputar berulang-ulang hingga adonan tipis dan panjang supaya mie yang dihasilkan tidak terputus-putus. Penggunaan mesin pembuat mie, ketebalan adonan bias diatur. Setelah adonan tipis dan sesuai dengan yang diinginkan, pisau mesin bias dipasang hanya dengan memutar tombol dan adonan kembali dimasukkan. Kemudian alat tersebut diputar lagi dan keluarlah mie yang panjang dan tinggal dipotong sesuai keperluan.
berdasarkan kandungan nutrisinya, buah sukun
mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai salah satu makanan pokok
pendamping beras.
Kandungan vitamin dan mineral buah sukun lebih lengkap
dibandingkan dengan beras, namun kalorinya lebih rendah. Hal ini
mempunyai keuntungan tersendiri , yaitu dapat
digunakan sebagai makanan diit. Untuk
golongan masyarakat tertentu yang menginginkan diit makanan kalori rendah dapat
memilih buah sukun
dalam menu sehari-hari.
Untuk mengatasi kelemahan sifat umum buah-buahan segar,
serta mengantisipasi ketersediaan yang lumintu, maka bentuk tepung sangat dianjurkan. Dalam bentuk tepung , sukun akan menjadi lebih awet, menghemat beaya
transportasi dan penyimpanan, nilai ekonominya lebih tinggi dan dapat
dimanfaatkan dalam pembuatan aneka produk pangan.
Pengembangan agroindustri aneka tepung di pedesaan (sentra bahan baku) diharapkan
dapat meningkatkan bargaining position petani, merubah pola petik-jual menjadi
petik-olah-jual, meningkatkan peluang kerja dan pendapatan masyarakat,
mengurangi laju urbanisasi karena tersedia lapangan kerja di desa, bahkan dimungkinkan
terjadi aliran dana berbalik dari kota ke desa.
Anonim, 1992.
Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhatara Karya.
Biro Pusat Statistik. 2001. Kabupaten Barru dalam Angka 2000. Barru
Biro Pusat Statistik 1999. Bulukumba Dalam Angka 1998. Bulukumba.
Grover, J.K., V. Vats, S.S. Rathi and R. Dawar. 2001. Traditional Indian Anti-diabetic Plants Progression of Renal Damage in Streptozotocin Induced Diabetic Mice. J. Ethnopharmacology. 76:233-238.
Hasler, C.M. 1998. Functional Foods: Their Role in Disease Prevention and Health Promotion. J. Food Technology. 52:63-70
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna
Jachak, S.M. 2002. Herbal Drugs as Antidiabetics: on Overview. CRIPS.3:9-13
Marsono, Y., P. Wiyono, and Z. Noor. 2002. Indeks Glikemik Kacang-kacangan. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. XIII: 211-216.
Sadjad,
S. 2000. Kasus Bahan Pangan Sumber Karbohidrat. Kompas 28 Juni 2000.
Sawit, M.H. 2000. arah Pembangunann Pangan dan Gizi. Makalah pada Diskusi Round
Table Peningkatan Ketahanan Pangan.
Departemen Pertanian.
Widowati, S, N. Richana,
Suarni, P. Raharto, IGP. Sarasutha. 2001. Studi Potensi dan Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal Untuk
Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Lap. Hasil
Penelitian. Puslitbangtan,
Widowati,
S dan D.S. Damardjati. 2001. Menggali Sumberdaya
Pangan Lokal dalam Rangka Ketahanan Pangan.Majalah PANGAN No 36/X/Jan /2001.
BULOG,
Winarno, F.G.,
2000. Potensi dan Peran tepung-tepungan bagi Industri Pangan
dan Program Perbaikan Gizi.
Makalah pada Sem Nas Interaktif: Penganekaragaman Makanan untuk
Memantapkan ketersediaan pangan.