© 2003 Yohanes
Setiyo Posted: 15 November 2003
Pengantar Falsafah Sains
(PPS702)
Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
November 2003
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof.
Dr. Ir. Zahrial Coto
APLIKASI SISTEM KONTROL SUHU DAN POLA
ALIRAN UDARA PADA ALAT PENGERING TIPE KOTAK
Oleh
:
NRP. 161030091/TEP
E-mail: yohanes_setiyo@yahoo.com
Ilmu pengetahuan dan teknologi dipelajari manusia untuk meningkatkan kualitas kerja dan efisiensi kerja manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, sehingga berdaya guna dan tetap lestari. Teknologi dewasa ini berkembang sangat pesat, demikian pula halnya teknologi dalam pengolahan hasil-hasil pertanian berkembang tidak hanya di perkotaan namun juga di desa-desa. Banyaknya jenis produk hasil olahan bahan-bahan hasil pertanian yang sama mencirikan berkembangnya teknologi di bidang pengolahan hasil pertanian.
Melimpahnya produk pertanian di
saat panen raya masih merupakan ciri khas sistim pertanian di Indonesia
yang sangat tergantung pada iklim dan teknik budidaya tradisional. Dampak
negatip yang menonjol akibat melimpahnya panen raya adalah merosotnya harga
jual, hal ini sangat merugikan petani. Kondisi ini juga dialami oleh petani salak di desa Sibetan, Kecamatan
Bebandem, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Harga jual salak disaat
panen raya merosot dari Rp 6.000,- per kg menjadi Rp 800,- per kg. Desa Sibetan merupakn sentra
produksi salak yang mwempunyai cita rasa khas di Propinsi Bali (Laporan KKN
Mahasiswa Univ. Udayana, 2001).
Melimpahnya salak di saat panen raya antara bulan Desember sampai Januari, mendorong instansi-intansi yang terlibat dalam pembinaan petani seperti Pemda diwakili Distan, Univ. Udayana serta LSM berusaha merancang dan mengaplikasikan teknologi penanganan dan pengolahan hasil pertanian (Suparta utama, 2001). Teknologi penanganan antara lain : sortasi, pelilinan, penghilangan duri, pengemasan dan pengepakan. Teknologi ini untuk meningkatkan mempertahankan kualitas produk jika dijual dalam bentuk buah segar. Teknologi pengolahan antara lain : membuat manisan atau asinan salak, minimal prosesing, membuat dodol salak, membuat wine, membuat salak kering. Teknologi pengolahan untuk membuat variasi produk olahan yang bercita rasa khas salak, mempertahankan keawetannya, serta meningkatkan harga jual.
Membuat produk salak kering merupakan teknik pengolahan yang paling sederhana dan mudah dilakukan petani, namun lebih mempunyai prospek. Buah salak dalam kondisi kering (kadar air 11 % sampai 14 %) mempunyai keunggulan antara lain : 1) cita rasa sama seperti buah asli, 2) tanpa bahan pengawet dan bahan kimia tambahan selama proses, 3) daya simpan lebih lama jika dalam kemasan tertutup bisa mencapai 1 bulan, 4) nilai ekonomis lebih tinggi (Suparta Utama, 2001). Pembinaan mengolah salak segar menjadi salak kering bagi petani desa Sibetan telah dilakukan oleh Univ. Udayana dan IP2TP Propinsi Bali yang bekerja sama dengan Distan Propinsi Bali dan Texas A&M University (Laporan KKN mahasiswa Univ. Udayana, 2002).
Teknologi pengeringan bahan pertanian sebenarnya sederhana, yaitu hanya memberikan tambahan energi dalam bentuk panas ke produk untuk menurunkan kandungan air dari produk. Sumber panas dapat diperoleh secara alami dari panas sinar matahari atau dari sumber panas buatan (listrik, kompor, atau sumber lainnya). Untuk mempercepat proses pengeringan bahan-bahan pertanian dilakukan dengan cara udara pengering disirkulasikan secara kontinu melewati bahan yang dikeringkan.
Suhu udara pengering yang terkontrol menjamin proses pengeringan dilakukan secara benar dan efisiensi penggunaan energi, sehingga kualitas bahan kering terjamin. Suhu yang terkontrol pada kisaran tertentu berpengaruh pada : 1) laju perpindahan panas dari udara pengering ke bahan yang dikeringkan, 2) laju penguapan air dari bahan ke udara pengering, dan 3) penguapan bahan aromatik yang menimbulkan cita rasa khas pada buah salak. Ketiga hal ini berpengaruh pada laju perubahan fisik bahan yang dikeringkan, yaitu tekstur, warna, daya awet serta cita rasa produk Bakker Arkema, 1992 mengemukakan pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan aliran udara pengering yang baik adalah antara 45 oC sampai 75 oC. Pengeringan pada suhu di bawah 45 oC mikroba dan jamur yang merusak produk masih hidup, sehingga daya awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udara pengering di atas 75 oC menyebabkan stuktur kimiawi dan fisik produk rusak, karena perpindahan panas dan massa air yang cepat yang berdampak perubahan struktur sel, dampak lain adalah zat aromatik khas untuk salak teruapkan.
Aliran udara pengering melewati bahan harus dikontrol polanya, karena udara pengering berfungsi memidahkan panas ke dalam sistem pengeringan dan memindahkan uap air ke luar sistem pengeringan. Apabila sistem perpindahan panas dari udara pengering terjadi secara efisien (biasanya secara konveksi), maka potensi penguapan air dari bahan ke udara pengering menjadi lebih besar. Kondisi ini harus dilanjutkan proses membawa uap air dari permukaan bahan ke luar sistem pengeringan (kotak pengering). Uap air dari bahan menyebabkan kelembaban udara pengering meningkat, hal ini menghambat laju pengeringan. Untuk menghindari hal itu udara pengering yang telah membawa uap air harus segera dialirkan keluar sistem pengeringan dan digantikan udara segar.
Ahli-ahli aliran fluida menyarankan aliran udara pengering melewati
produk yang dikeringkan disarankan pada pola aliran turbulent. Pada pola aliran turbulent
efektifitas perpindahan panas dan massa sangat tinggi. Pola aliran udara
melewati bahan secara turbulent sangat dipengaruhi oleh : bentuk produk,
tebal tumpukan produk, kecepatan udara, dan kelembaban udara. Kelembaban
udara mempengaruhi viskositas udara pengering.
Kontrol
suhu dan pola aliran udara pengering merupakan dua permasalahan mendasar dalam
teknik pengeringan buah salak secara mekanis menggunakan alat pengering tipe
kotak dalam upaya menciptakan produk salak kering berkualitas dengan efisiensi
proses pengeringan yang tinggi. Sistim kontrol dirancang secara elektronik
dengan penempatan sensor suhu pada alat pengering dan pengaturan kecepatan
udara pengering. Sistim kontrol secara elektronik memudahkan operator dalam
mengoperasikan alat, dan mengurangi waktu yang digunakan untuk mengawasi alat
selama proses pengeringan. Keuntungan lain penggunaan sistim kontrol adalah,
walaupun proses tidak diawasi, namun ia berjalan pada situasi yang diinginkan
dan proses dapat diatur kapan pemberhentiannya dengan pengaturan waktu
proses.
Kondisi proses pengeringan yang diinginkan sebagai berikut :
1.
Suhu
pengeringan antara 50 oC sampai 60 oC
2.
Kelembaban
udara antara 30 % sampai 90 %
3.
Ketebalan
salak yang dikeringkan menyusut dari 5 mm menjadi 2 mm, dengan kadar air awal
60 % menjadi sekitar 14 % dasar basah.
4.
Warna
salak mengalami perubahan secara pelan-pelan dari putih (x = 0,385, y = 0,34,
panjang gelombang dominan 515 nm dan purity 10 %) menjadi agak coklat ( x = 0,5
, y = 0,3 panjang gelombang dominan 595 nm, dan purity 45 %)
5.
Udara
pengering segar dipanaskan oleh elemen pemanan dan disirkulasikan melewati
bahan yang dikeringkan, sebagian keluar dari alat dan sebagian kecil dipanaskan
ulang.
6. Alat di ruang pengeringnya memuat 6 rak yang disusun vertikal dengan jarak antar rak 15 cm.
B.
Hipotesis
Penerapan teknologi sistim kontrol secara elektronik untuk suhu, aliran udara dan waktu proses dapat mempertahankan kualitas proses pengeringan pada alat pengering tipe kotak dan menghasilkan produk salak kering yang berkuaitas.
A.
Sifat Fisik dan Fisiologis Buah Salak Bali
Salak merupakan buah yang mempunyai citarasa khas,
yaitu manis, asam, dan sepat. Di Indonesia hampir setiap propinsi menghasilkan
salak, dan jenisnya berbeda-beda. Buah salak merupakan buah dengan kulit
bersisik dan keras, daging buah ketebalan bervariasi antara 4 mm sampai 8 mm, dengan biji didalam daging
buah. Buah salak dipanen dalam bentuk tandan.
Hasil penelitian sdri. Bintang Mandrini (1998) untuk salak Bali dari desa Sibetan jenis salak Nangka sifat fisiknya adalah : 1). Satu tandan berdiameter 16 cm sampai 20 cm, dan berisi salak 1,4 kg sampai 2 kg. 2). Dimensi salak panjang 5 – 7 cm, diameter 4 – 6 cm, ujung meruncing atau bentuk mendekati kerucut dan sedikit yang bulat. 3) Kadar air daging buah saat panen antara 60 sampai 70 %. 4) Warna Coklat sampai coklat agak hitam.
Berdasarkan hasil penelitian sdr. Lidartawan STP, MP salak Bali dari desa Sibetan merupakan buah golongan non klimaterik, dengan laju respisasi agak tetap stelah dipetik. Daya simpan produk jika tanpa perlakuan pengawetan mencapai sekitar 4 sampai 8 hari dari saat petik. Kerusakan sebagian besar diakibatkan adanya luka akibat perontokan. Luka tersebut menjadi tempat masuknya mikroba perusak.
Berdasarkan komposisi kimiawi daging buah salak, maka jika dikeringkan akan mempunyai cita rasa sama seperti buah segarnya (Wayan Gunam, 2001). Produk dalam bentuk kering mempunyai tekstur kenyal, warna coklat dan lebih lama disimpan.
Daging buah salak mempunyai cita rasa khas dan sangat digemari masyarakat Indonesia serta punya prospek dieksport. Produk daging buah salak dalam bentuk olahanannya sangat mungkin dikembangkan. Dewasa ini ada tiga jenis bentuk olahan : wine salak, dodol salak, dan kripik salak. Wine dan dodol bentuknya dan citarasanya sudah bergeser dari cita rasa buah salak asli, sedangkan salak kering baik hasil penggorengan atau pengeringan masih bercitarasa salak (Laporan Mahasiswa KKN, Univ. Udayana).
Daging buah salak dalam bentuk kering berkadar air 10 sampai 16 % dasar basah dari hasil penelitian IP2TP Propinsi Bali dan Staf Univ. Udayana mempunyai lama simpan di ruang terbuka sampai 3 minggu. Dari hasil survei dan pameran pembangunan di Propinsi Bali, Pemda Kab. Karangasem, dan Hotel-hotel berbintang lima di Bali, sebagian besar responden turis manca negara dan masyarakat lokal sangat menikmati produk ini. Produk ini cocok untuk camilan.
Produk salak kering berkualitas dicirikan dengan tekstur kenyal sampai renyah, kadar air 10 sampai 16 % dasar basah, warna daging buah coklat agak putih sampai coklat, cita rasa sama seperti salak segar, dan tidak berjamur. Produk ini dapat dihasilkan dari proses pengeringan secara benar (pada suhu pengeringan 45 oC sampai 75 oC, kelembaban udara 30 % sampai 90 % selama 20 jam sampai 30 jam. Kemudian produk disimpan pada kemasan plastik atau botol yang tertutup secara rapat.
Pengemasan untuk mempertahankan daya simpan dan cita rasa produk belum dilakukan, demikian pula pengembangan pemasaranya.
Alat pengering buatan
merupakan alat untuk mengeringkan hasil-hasil pertanian dengan sumber panas
dari pembakaran bahan bakar, pemanasan elemen listrik, atau dari solar sel.
Panas disirkulasikan oleh udara yang dialirkan melewati bahan yang dikeringkan,
sehingga terjadi proses pindah panas dan massa. Sistim kontrol elektronik berguna mengontrol
proses pengeringan itu sendiri.
Perangkat elektronik
yang terdiri atas sensor suhu, sensor kelembaban, resitor, catu daya, penguat,
penyearah, capasitor apabila dirangkai menjadi dalam suatu rangkaian tertentu
dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengontrol suhu, kelembaban, waktu
proses. Informasi awal yang diterima sensor berupa hambatan listrik
(resistansi) akibat perubahan suhu atau kelembaban, informasi ini dikonversi
menjadi tegangan dan kemudian besaran tegangan. Apabila tegangan melebihi batas
maka sistim yang memanaskan udara atau menambah kelembaban udara diputus atau
dihubungkan, demikian pula sebaliknya (Karno, N.A, 1998). Informasi dari hambatan listrik diubah ke
tegangan dalam sistim ini selalu linier.
Sensor suhu yang
digunakan untuk bekerja pada suhu 0 – 99 oC bisanya ICLM 35 (Karno,
N.A, 1998), sedangkan sensor untuk kelembaban dipilih sensor yang bersifat
higroskopis. Sensor kelembaban bekerja berdasarkan uap air yang ditangkap oleh
sensor, jenis sensor yang tepat saat ini masih diteliti oleh Nurdin (mahasiswa
PSTP-Unud).
Sensor bertugas
memberikan informasi bukan mengontrol proses, komponen yang mengontrol proses
adalah sistim kontrol. Informasi ini diolah oleh suatu rangkaian elektronik
lain untuk memberikan keputusan apa yang harus dikerjakan oleh sistim kontrol.
Pada sistim kontrol suhu, sistim bekerja memutus dan menghubungkan arus listrik yang mengalir ke elemen pemanas. Apabila suhu udara pengering telah mencapai besaran yang diinginkan sistim memutus aliran listrik, dan sebaliknya. Pada sistim kontrol kelembaban sistim mengubah kecepatan kipas apabila kelembaban telah mencapai batas yang ditentukan, dan sebaliknya. Untuk sistim kontrol waktu proses bekerja menghentikan proses pengeringan dengan jalan memutus semua aliran listrik yang masuk ke alat pengering bila waktu proses telah tercapai.
Pengeringan merupakan usaha penurunan kadar air bahan pertanian agar memudahkan proses berikutnya, serta mengurangi resiko kerusakan akibat serangan mikroorganisme perusak dan aktivitas biologis selama penyimpanan. Kadar air bahan diturunkan hingga mencapai 14 % dasar basah. Karena bahan pertanian mempunyai sifat fisik, kimiawi dan biologis yang berbeda-beda maka teknik pengeringan masing-masing bahan berbeda pula.
Prinsip dasar terjadinya penguapan air dari bahan ke udara di sekitas bahan adalah terjadinya perbedaan tekanan uap antara air di bahan dan uap air di udara. Dengan demikian upaya untuk terjadinya proses pengeringan adalah menciptakan kondisi tersebut. Pada umumnya tekanan uap air di bahan lebih besar dari di udara, hal ini menyebabkan ada perpindahan massa air dari bahan ke udara.
Kondisi adanya perbedaan tekanan uap air dapat dibuat dengan cara : Pertama dengan menaikan suhu udara pengering pada kandungan uap air di udara tetap, dengan suhu udara dinaikan maka akan terjadi perpindahan panas dari bahan ke udara dan mengakibatkan naiknya suhu bahan dan tetakan uap air di bahan. Ke dua adalah dengan menurunkan tekanan udara di sekitas bahan, hal ini menciptakan tekanan uap air di udara mengecil (pengeringan vakum). Ketiga adalah dengan menurunkan suhu udara di sekitasr bahan (pengeringan dingin).
Bahan berupa biji-bijian atau buah-buahan paling ekonomis dikeringkan
dengan cara pertama pada suhu 45 oC sampai 75 oC. Hal ini
didasarkan pada sifat fisik, kimiawi biologis dan tujuan pengeringan.
Buah-buahan dikeringkan untuk dibuat menjadi buah kering. Pengeringan buah dewasa ini selain dengan cara
mengaliri udara panas pada buah ada pula dengan cara menggoreng pada wajan
terbuka, menggoreng secara vakum.
Bahan-bahan untuk penelitian dibedakan dalam 2 kelompok. Bahan untuk sistim kontrol : sensor suhu, sensor kelembaban, timer, resistor, kapasitor, catu daya, diode, kabel, saklar, papan panel, solder, tensio meter dll. Bahan untuk uji sistim kontrol adalah : daging buah salak segar, air, vitamin C.
Alat untuk pembuatan sistim kontrol adalah solder, papan, multitester, thermometer, higrometer, alat pengering. Alat untuk uji keandalan sistim kontrol adalah : timbangan, thermometer, timer.
1. Pembuatan sistim kontrol
Sistim kontrol dirangkai berdasarkan gambar.
Sebelum dipasang pada alat pengering sistim kontrol diuji dengan cara
kalibrasi. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan besarnya error
pembacaan akibat sistim rangkaian (kesalahan linier), perubahan suhu atau
kelembaban waktu naik dan waktu turun (kesalahan histeristis), serta kepekaan
sistim sensor. Apabila mtingkat kesalahan masih diatas batas yang ditentukan (5
%), maka rangkaian diperbaiki dan diuji lagi sampai kesalahannya dibawah 5 %. Terakhir
sistim kontrol dirangkai pada alat.
2.
Aplikasi
sistim kontrol
Sistim kontrol yang telah dirangkai pada alat diuji kemampuannya. Pengujian dilakukan pada aspek-aspek : batasan operasi sistim kontrol, kepekaan sistim kontrol, tingkat kesalahan pengontrolan, serta kinerja sistim kontrol. Pada uji ini diharapkan batasan kerja sistim kontrol suhu antara 35 oC – 80 oC, kelembaban 15 % - 95 %, waktu operasi 0,5 jam – 35 jam. Kepekaan sistim kontrol suhu antara 2 – 3 oC, kepekaan higrometer 2 – 5 %, kepekaan timer 5 menit.
Kinerja operasi sistim kontrol ditunjukan pada
kinerja pengeringan, yaitu kualitas hasil pengeringan, distribusi suhu selama
pengeringan, distribusi kelembaban selama pengeringan.
3.
Pola
Pengujian Sistim Pengeringan
Bahan berupa daging buah salak yang telah
diiris setebal 3 – 5 mm, direndam pada larutan vitamin C selama 5 menit, ditata
pada rak setebal 1 lapis kemudian dimasukan dalam ruang pengering yang suhu
awalnya telah mencapai 50 oC. Langkah berikutnya adalah menyetel
suhu pengeringan pada suhu awal 50 oC, kelembaban maksimum 80 % dan
waktu operasi 30 jam.
Data-data yang diamati adalah : penurunan berat
sampel daging buah salak yang diletakan pada masing-masing rak (berat awal sampel 200 gr), perubahan suhu
di ruang pengering diamati untuk masing-masing rak, suhu udara masuk dan keluar
dari alat, kelembaban udara masuk dan ke luar dari alat pengering. Pengamatan
data setiap 2 jam.
Pengujian dilakukan dalam minimal 5 ulangan.
Data-data hasil pengujian dianalisa untuk
penentuan efektifitas kerja sistim kontrol dan proses pengeringan. Dari analisa
statistik didapatkan .
1.Grafik hubungan antara suhu, dan kelembaban
pada akibat penyetelan sistim kontrol dan suhu serta kelembaban akibat pembacaan
pada thermometer serta higrometer.
2.Grafik pola distribusi suhu pada ruang
pengering
3.Grafik laju penurunan kadar air.
Grafik pertama menunjukan kinerja
sistim kontrol sedang grafik kedua dan ketiga menunjukan kinerja proses
pengeringan.
Anonimus
2001, Laporan Mahasiswa KKN Univ. Udayana di desa Sibetan, Kec. Bebandem, Kab,. Karangasem, Bali
Asprianto Karno, N. 1999. Sistim Kontrol Suhu Untuk Proses pengeringan.
Bintang Mandrini, 2000. Rancang Bangun Alat Pembersih Buah Salak.
Lidartawan,
STP, MP. Studi penanganan Buah
Salak Bali.
Suparta Utama, M dan dkk., 2001. Laporan Penelitian Penyelamatan Produksi Buah Salak Di Desa Sibetan, Kab. Karangasem.
Yohanes, 2002. Laporan Penelitian Aplikasi Sistim Kontrol Suhu Pada Pengeringan Buah Salak.