© 2003n Yohannis R.L. Tulung Posted:
1 November 2003
Pengantar Falsafah Sains
(PPS702)
Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
November 2003
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Rudy C.
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
PERAN SELENIUM DAN
VITAMIN E SEBAGAI PENANGKAL
RADIKAL BEBAS DALAM
TUBUH
Oleh
:
D061030121
E-mail: yohannis_tulung@yahoo.com
Alam
merupakan ciptaan Allah yang pertama dan sangat indah bentuk serta isinya.
Namun karena ulah manusia yang merupakan ciptaanNya yang termulia sesuai dengan
peta dan teladanNya maka keindahan alam yang adalah ciptaan yang terindah ini
mulai pudar/rusak. Manusia yang diciptakan begitu istimewa dan terlengkap
ini diberikan akal sehingga memiliki
ilmu pengetahuan yang besar dan luas untuk mengelolah alam ciptaan ini, tapi
kenyataannya akibat dari ilmu pengetahuan yang diperoleh idak terkontrol oleh
akal sehat atau karena kecerobohan manusia maka dampak yang terjadi adalah
pencemaran terhadap lingkungan.
Pada dasarnya seluruh ciptaan di alam ini mempunyai
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, dimana di alam ini telah dibentuk
suatu ekosistem yang sangat lengkap, karena memiliki udara sebagai sumber napas
kehidupan bagi manusia serta flora maupun fauna, demikian juga adanya air, dan
sebagainya yang memiliki kinerja yang sinergis dan tidak dapat dipisahkan.
Secara garis besar dampak yang diperoleh dari perkembangan
ilmu pengetahuan ini adalah dampak positif dan negatif. Dampak positif ini
selalu menjadi kebanggaan bagi perkembangan dunia namun sebenarnya banyak
sekali dampak negatif yang terjadi, antara lain yaitu terjadinya pencemaran
lingkungan baik air, udara maupun tanah yang merupakan sumber kehidupan bagi
makhluk hidup. Akibat dari pencemaran lingkungan ini maka terbentuklah radikal
bebas. Radikal bebas ini sangat berbahaya sehingga dapat memicu timbulnya
berbagai macam penyakit yang sangat berbahaya pada manusia.
Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang sangat
reaktif dan memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Karena
sifatnya yang reaktif inilah maka dapat merusak jaringan tubuh sehingga
menimbulkan berbagai macam penyakit metabolis.
Radikal bebas secara alami sudah terbentuk di dalam tubuh
melalui berbagai proses kimiawi yang kompleks. Kondisi ini merupakan hasil
sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel dalam yang berlangsung pada
waktu bernapas, olah raga yang berlebihan, peradangan atau ketika tubuh
berhadapan dengan polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap
rokok, radiasi matahari dan sebagainya. Jadi, secara alami radikal bebas memang
sudah terbentuk di dalam tubuh. Akan tetapi pada dasarnya sifat dari radikal
bebas dalam tubuh hanya bersifat sementara karena dalam tubuh radikal bebas
akan segera dinetralkan oleh antioksidan menjadi senyawa yang tidak berbahaya.
Begitulah fenomena kehidupan yang diciptakan oleh sang
pencipta yang sangat lengkap, sebab walaupun begitu berbahayanya radikal bebas
ini namun telah diciptakan anti oksidan untuk menangkalnya dari dalam
tubuh.namun demikian antioksidan dalam tubuh mempunyai batas tertentu untuk
menangkal radikal bebas, sehingga karena polusi lingkungan yang telah melebihi
ambang batas maka lamakelamaan antioksidan ini terkikis sehingga ketahanan
terhadap radikal bebas menurun sehingga timbulah berbagai macam penyakit yang
sangat berbahaya. Mayoritas kota-kota besar misalnya Jakarta yang mempunyai
tingkat polusi yang tinggi yang terjadi karena perkembangan teknologi yang
tidak terkopntrol dengan baik sehingga tingkat pencemaran tersebut melebihi
batas-batas toleransi sehingga peluang terbentuknya radikal bebas sangat tinggi
maka berdampak pada ketidakmampuan
antioksidan dalam tubuh untuk menangkalnya. Pada awalnya informasi tentang
antioksidan hanya ditujukan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada bahan
makanan yang dikonsumsi sehingga penelitian-penelitian terdahulu hanya pada bagaimana
menghambat terjadinya oksidasi dalam bahan makanan, namun demikian pada
kenyataannya antioksidan sebenarnya berfungsi sebagai antioksidasi dalam tubuh.
Piliang (2001) mengemukakan bahwa antioksidan sangat bermanfaat dalam tunuh
sehingga antioksidan ini dikelompokkan kedalam 3 kelompok antuoksidan yang
membentuk sistem antioksidan dalam tunuh yaitu :
1. Antioksidan primer,
berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas.
2. Antioksidan sekunder, berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai dari radikal bebas yang terbentuk.
3. Antioksidan tersier,
yang berfungsi untuk memperbaiki molekul-molekul yang rusak oleh radikal bebas.
Untuk mengefektifkan kinerja dari ketiga kelompok
antioksidan ini maka faktor makanan dalam hal ini kualitas makanan harus
diperhatikan. Sebab efektifitas kekebalan tubuh ditentukan oleh nilai biologis
dari makanan yang dikonsumsi. Mineral Selenium merupakan zat makanan yang
berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh.
Mineral Selenium (Se)
Selenium merupakan salah satu mineral yang tergolong pada
tarce-mineral, karena keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit (jarang). Namun
demikian mineral ini terdapat dimana-mana diseluruh jaringan tubuh seperti
tulang, otot dan darah walaupun kandunganya sangat rendah. Kadar Se yang rendah
dalam darah merupakan salah satu indikator yang baik untuk menentukan status
mineral ini dalam tubuh (Piliang, 2001).
Clark et,al. (1998) mengemukakan bahwa Selenium merupakan
mineral jarang essensial yang dapat meningkatkan fungsi imun pada ternak,
memperbesar neuropsykologic pada manusia dan meperbaiki kondisi penyakit
spesifik pada manusia dan ternak. Keuntungan dari segi kesehatan ini maka
beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan mineral Se untuk melihat
total insidan penyakit kanker dengan pengurangan secara spesifik dari resiko
kanker paru-paru, prostat dan colorectal.
Dasar percobaan di atas maka telah dilaporkan pula bahwa
kontributor utama terjadinya penyakit kanker pada manusia bersumber dari makanan
yang dikonsumsi, karena sebagian besar sumber selenium dalam makanan berasal
dari tanaman dan makanan yang dikonsumsi rendah meineral selenium.
Melihat keuntungan dari mineral Se ini untuk kesehatan
termasuk proteksi kanker maka keinginan dari para peneliti mendorong
peningkatan konsumsi Se mulai dilakukan, akan tetapi akibat mengkonsumsi Se
yang tinggi maka menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya keracunan akibat
mineral Se. Hal ini disebabkan karena kebutuhan untuk tubuh sangat sedikit.
Permasalahan di atas cukup rumit untuk dipecahkan,
mengingat mineral Se merupakan trace-mineral yang kebutuhannya dalam tubuh
sangat sedikit, sehingga RDA merekomendasikan bahwa dalam makanan yang
dikonsumsi hanya mengandung 70 micro gram untuk pria dan 55 microgram untuk
wanita per hari. Apabila takarannya melebihi 3-5 kali lebih besar dari yang
direkomendasikan oleh RDA maka akan mengakibatkan keracunan Se dalam tubuh (Ip.
C. 1986). Tercatat ada beberapa
penelitian yang telah dilakukan Untuk mengantisipasi resiko keracunan mineral
ini. Lisk et. al. (1995) melaporkan,
bahwa dengan mengkonsumsi bawang putih dapat mencegah defisiensi ataupun
keracunan mineral Se. Akan tetapi konsumsi bawang putih dibatasi oleh kesukaan
pribadi dan kondisi sosial. Oleh sebab itu dianggap kurang efektif, sehingga
Finley et.al, (2000) melakukan percobaan pada tikus dengan menggunakan brokoli
yang memiliki kandungan selenium cukup tinggi, dimana hasilnya membuktikan
bahwa dengan mengkonsumsi brokoli tinggi Se maka dapat mencegah terjadinya
kanker kolon pada tikus. Dengan demikian konsumsi brokoli tinggi Se dapat
direkomendasikan untuk menghambat terjadinya kanker. Akan tetapi permasalahan
baru bahwa dampak mengkonsumsi makanan yang berasal dari spesies Bressica
seperti brokoli, kol dan sejenisnya,
dapat menimbulkan penyakit goiter (gondok) pada manusia. Goiter ini disebabkan
karena adanya zat goitergenik yang mempengaruhi kelenjar tyroid melalui
beberapa cara, yaitu menghambat konversi yodida menjadi yodium, menghambat
proses yodonisasi asam amino tirosin dari mono-iodotirosine, menghambat
penggabungan antara dua molekul di-iodotirosine membentuk tyroxin.
Berdasarkan uraian di atas maka diperoleh gagasan
pemikiran tentang bagaimana caranya mengatasi defisiensi dan menghindari
keracunan mineral Se, sehingga penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas
dapat diatasi. Dalam nutrisi mineral dikatakan bahwa sesungguhnya vitamin E dan
mineral selenium mempunyai keterkaitan atau sinergisme fungsi yang erat dalam
tubuh, walaupun perannya dalam tubuh terpisah. Keracunan mineral Se cukup
berbahaya dalam tubuh, karena pada dasarnya mineral ini memang digolongkan pada
mineral toksik, maka salah satu peluang untuk mengantisipasi dampak negatif
dari mineral ini adalah dengan menggunakan vitamin E. Fungsi dari vitamin E,
yakni dapat mengurangi kebutuhan mineral Se dengan cara mempertahankan mineral
Se dalam tubuh sehingga dapat mengatasi kekurangan Se. Selain itu juga, vitamin
E dapat mencegah terjadinya rantai oto-oksidasi yang reaktif dalam membran lipid
oleh karenanya menghambat produksi hidroperoksida sehingga menyebabkan
keracunan, sebab fungsi Se yakni sebagai bagian integral dari sistem enzim
glutation peroxidase yang merubah bentuk reaksi glutathin menjadi bentuk
oksidasi glutation dan pada waktu bersamaan merusak peroksida dengan cara
mengkonversi peroksida menjadi bentuk alkohol yang tidak berbahaya. Reaksi
inilah yang sangat penting untuk mencegah terjadinya peroksida terhadap
asam-asam lemak tak jenuh (kolesterol jahat) sehingga terbentuklah sel busa
yang apabila masuk kedalam pembuluh darah ke arah jantung akan menimbulkan
penyakit jantung koroner. Bartfay et,al. (1998) mengemukakan bahwa Vitamin E
dan mineral Se tidak efektif apabila diberikan secara sendiri-sendiri, karena
vitamin E dan selenium mempunyai aktifitas yang sinergetik dalam tubuh. Lebih
lanjut Meydani (1995) mengemukakan bahwa vitamin E sangat efektif memutuskan
rantai lemak yang dapat dilarutkan oleh antioksidan dalam membran, sedangkan Se
esensial sebagai kofaktor dari glutation peroxidase.
KESIMPULAN
1. Dengan pengaturan konsumsi
makanan yang mengandung mineral Se maka
dapat mengantisipasi terjadinya penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas
(jantung koroner dan kanker).
2. Penggunaan Se dan vitamin E dalam
makanan dapat meningkatkan sinergetik kebutuhan antioksidan dalam tubuh,
sehingga dapat menghambat reaksi dari radikal dalam tubuh sehingga meghambat
pula peluang penyakit akibat radikal bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Bartfay,W.J.,Hou,D.,Brittenham,G.M.,Bartfay,E.,Sole,M.J.Lehotay,D and Liu,P.P. 1998. The synergistic effects of vitamin E and selenium in iron-overloaded mouse hearts. Can. J. Cardiol.,14:937-941.
Chen,X., Ding,W.,Yang,G.,Y., bondoc,F.,and Yang,C.S. 2000. Oxidative damage in an esopgoduodenal anastomosis (EDA) rat model. Carcinogenesis, 21:257-263.
Clark,G.W.B.,Smyrk,T.C.,Mirvish,S.S.,Anselmino,M.,Yamashita,Y.,Hinder,R.A.,
DeMeester,T.R and Birt,D.F. 1998. Effect of Gastroduodenal juice and dietary fat on the development of Barretts esophagus and esophageal neoplasia and experimental rat model. Ann. Surg. Oncol.,1:252-261.
Finley, J.W., C.D. Davis and Yi Feng. 2000. Selenium from high selenium broccoli protecs rats from colon cancer. J. Nutr. 130: 2384 – 2389.
Ip,C. 1986. The chemopreventive role of selenium in carcinogenesis. J.Am. Coll.Toxicol. 8:921-925.
Meydani,M. 1995 Vitamin E. Lancet. 345:170-175.
Piliang, W. 2001. Nutrisi Mineral. PAU-Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor.